SINOPSIS MAHAPUTRA 75 episode (26 September 2013)
Di kerajaan Mewar, Pratap sedang bersiap siap hendak pergi dari kerajaan karena mendapat hukuman dari ayahnya Maharaja Udai Singh, saat itu Ratu Sajja Bai dan Girija, pelayan setia Ratu Jaiwanta sedang menemani Pratap yang gelisah menunggu kedatangannya ibunya yang akan bersama sama dengan dirinya meninggalkan kerajaan, tak lama kemudian Ratu Jaiwanta datang menghampiri Pratap dengan pakaian sederhana, semua atribut kerajaan telah ditinggalkannya, sama seperti Pratap yang saat itu juga telah meninggalkan semua atribut dan aksesoris kerajaan, Pratap mengenakan baju seperti rakyat biasa “Pratap, maafkan ibu, nak ,,, ibu tidak bisa ikut denganmu kali ini, maafkan ibu, nak” Pratap sangat sedih mendengar ucapan ibunya, begitu pula Ratu Sajja Bai dan Girija “Ibu, kemarin malam ibu mengatakan kalau ibu akan bersama sama menemani aku, lalu apa yang terjadi ini ?” ujar Pratap sedih “Pratap, bagaimanapun juga ibu adalah kepala Ratu Mewar dan tempat kepala Ratu Mewar itu ada di dalam istana, ibu harus memenuhi tugas ibu sebagai kepala Ratu Mewar, nak” ujar Ratu Jaiwanta sambil menangis, Ratu Jaiwanta mengantarkan kepergian Pratap dengan linangan airmata, Pratap bisa memahami bagaimana posisi ibunya di istana Mewar, akhirnya Pratap memohon restu dari Ratu Jaiwanta dengan menyentuh kedua kaki ibunya, Ratu Jaiwanta memberikan restunya, kemudian Pratap juga meminta restu pada Ratu Sajja Bai dengan menyentuh kaki Ratu Sajja Bai juga, Ratu Sajja Bai juga memberikan restu, tidak lupa juga Pratap memohon restu dari Girija Tai, pelayan setia ibunya dengan menyentuh kakinya, kemudian Pratap meninggalkan mereka semua, pergi dari istana dengan perasaan sedih.
Begitu Pratap sampai diluar ternyata semua rakyat Mewar sedang menunggu kedatangannya dan mereka semua tidak membiarkan Pratap pergi, semua orang mencegah Pratap “Pangeran Pratap, bagaimana bisa kamu meninggalkan kami dan pergi begitu saja ?” tanya salah satu rakyat Mewar, Pratap berupaya mengatasi rakyatnya ini dengan sangat bijak “Kalian semua harus mendengarkan apa yang dikatakan oleh Raja kalian karena dialah satu satunya orang yang akan melindungi kalian, memberikan rumah untuk kalian dan menyediakan makanan untuk kalian tepat pada waktunya, baik itu kalian perlukan atau tidak !” semua orang hanya terdiam mendengarkan ucapan Pratap “Aku ini tidak melakukan hal apa apa untuk Mewar, jadi mengapa kalian mendukung aku ? Jadi aku mohon biarkan aku pergi” akhirnya semua rakyat Mewar memberikan salam dengan mengatupkan tangan mereka di depan dada dan menundukkan kepala mereka sebagai bentuk kalau mereka telah menyetujui dan membiarkan Pratap pergi meninggalkan istana, Pratap juga membalas salam mereka dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Dari kejauhan Raja Udai Singh melihat kepergian Pratap dengan hati yang sedih seraya berkata “Pratap sebenarnya mempunyai semua kwalitas untuk menjadi seorang raja tapi sayangnya nasib telah sangat kejam padanya” ujar Maharaja Udai Singh sedih
Di luar istana, Chundawat, orang kepercayaan ayah Pratap datang dan menghampiri Pratap sambil membawa beberapa pelayan untuk melayani Pratap tapi dengan tegas Pratap menolaknya untuk membawa salah satu dari mereka. Chundawat bisa memahami dan mengerti keputusan Pratap yang ditugaskan oleh Raja Udai Singh menjadi orang biasa, Pratap berusaha untuk memenuhi perintah ayahnya sebagai Maharaja Mewar “Seorang anak yang ideal adalah bagaimana anak itu berfikir” ujar Chundawat bangga, tepat pada saat itu Chundawat mendapat pesan dari Delhi “Ini adalah hal yang penting, paman ,,, paman harus segera memberitahu ayah, seharusnya paman segera masuk ke dalam menemui ayah” ujar Pratap
Sementara itu di ruangan pribadi Jaiwanta, Jaiwanta meminta pada pelayannya untuk memberikan semua pakaian pakaian dan aksesoris yang lain pada orang orang fakir miskin karena dia merasa telah melakukan sebuah kesalahan dan Ratu Jaiwanta merasa harus menebus dosa dosanya itu dan bertobat.
Di ruangan pribadi Maharaja Udai Singh, Chundawat atau di sebut juga dengan Ravatji mengabarkan pada Maharaja Udai Singh kalau Raja Humayun telah meninggal dunia dan Raja Hemu telah merebut tahtanya di Delhi “Menurut mata mata kita, tidak lama lagi mungkin Jalal akan mengambil alih kekuasaan Hemu dan menguasai Delhi” ujar Ravatji “Bagaimana bisa ? Jalal itu lebih muda dua tahun dari Pratap, bagaimana bisa dia menguasai kerajaan yang begitu besar ?” Ravatji segera menjawab pertanyaan Maharaja Udai Singh dengan cepat “Karena dia dibawah bimbingan orang terkejam dan paling gagah berani yang pernah ada di muka bumi ini yaitu panglima Bhairam Khan !”
Ditempat yang lain, nampak seorang laki laki tinggi besar sedang memandang ke arah bukit bukit yang berada di depannya, ditangannya terdapat pedang yang bersimbah darah, dia adalah Bhairam Khan, panglima pasukan Mughal. Tak lama kemudian ketika dirinya sedang membasuh mukanya, salah prajurit menghampirinya dan mengabarkan padanya “Panglima Bairam Khan, apa yang harus kita lakukan dengan para tahanan perang ini ?” Bairam Khan menatap sadis pada prajuri seraya berkata “Bunuh mereka semua tanpa ampun di dapan semua orang ! Aku akan menemui pangeran Jalal, aku akan mengabarkan padanya kalau ayahnya, Raja Humayun telah meninggal dunia dalam medan perang” Bairam Khan terlihat sedih membayangkan hal ini
Malam harinya, Bairam Khan menemui Jalal ditendanya “Tidaaaaaakkkk ! Ayaaaahhhh !!!” Jalal langsung berteriak dan tersungkur di lantai begitu mendengar kematian ayahnya, Raja Humayun, Bairam Khan hanya bisa terdiam membiarkan Jalal menangisi kepergian ayahnya.