SINOPSIS MAHAPUTRA 474 (24 Agustus 2015)
Di kerajaan Udaipur, Pratap menemui ibunya dan memohon restu pada ibunya sambil memegang kaki ibunya yang saat itu sedang berzikir diatas tempat tidurnya sambil memejamkan matanya, begitu Pratap menyentuh kaki ibunya, Ratu Jaiwanta segera membuka matanya dan tersenyum “Ibu, aku tidak akan pergi ke medan perang manapun, ini adalah sebuah situasi yang besar, ini adalah harapan terakhir kita untuk menyatukan Rajputana, namun ironisnya aku harus bertarung melawan sekutuku sendiri untuk membawa mereka bersama sama” ujar Pratap “Pratap, hal ini juga terjadi sejak di cerita Mahabharata, apa yang kamu lakukan itu benar, tujuanmu juga benar, dengan hanya melihat Chandrasen yang menjadi lawanmu maka ibu yakin kamu akan berhasil” ujar Ratu Jaiwanta, kemudian Ratu Jaiwanta turun dari tempat tidurnya dan mengambil piring aarti lalu menghampiri Pratap dan segera memberikan tilak dan aarti untuknya, sebelum meninggalkan kamar ibunya, sekilas Pratap melirik kearah patung Dewa Khrisna dan Radha kemudian berlalu dari sana.
Di arena pertandingan, semua rakyat Udaipur telah berkumpul disana, begitu pula para petinggi kerajaan Mewar dan tamu tamu undangan, saat itu Ratu Durgawati duduk di sebelah Amar Singh “Maharani Durgawati, apakah anda membunuh seekor beruang dengan sekali hentakan ?” Ratu Durgawati langsung mengangguk “Dia akan membunuhku kalau aku tidak membunuhnya” ujar Ratu Durgawati, kemudian Amar Singh menceritakan hal hal yang positif tentang ayahnya, Pratap “Ayahku pasti akan menang !” ujar Amar dengan matanya yang berbinar terang, Ratu Durgawati juga memiliki keyakinan yang positif kalau Pratap bakal menang “Semua raja raja akan mendukung pangeran Pratap, jika dia bisa memenangkan kompetisi ini” tepat pada saat itu para Ratu mulai berdatangan, Ratu Bhatyani segera memberikan salam pada semua tamu undangan, diikuti oleh Ajabde, Ratu muda dan Chanayi “Selamat datang, ibu” ujar Jagmal yang saat itu masih dalam keadaan mabuk, Ratu Bhatyani merasa prihatin dengan kondisi anaknya “Jagmal, lebih baik kamu diam saja dan duduklah !” Jagmal tau diri kalau ibunya tidak suka tingkahnya, sementara itu Chanayi yang duduknya di dekat Rai Singh mencoba curi curi pandang ke arah Rai Singh, Ajabde yang saat itu duduk di belakang Chanayi mulai merasa curiga dengan tingkahnya.
Sementara itu, Pratap menghampiri kandang kuda dan mengambil kuda yang telah dipersiapkan untuknya, Kanak Raj menawarkan kuda yang dibawanya ke Pratap, kuda hitam itu tidak pernah mengikuti kompetisi apapun bersama Pratap atau siapapun sampai hari ini, sedangkan Chetak, kuda putih kesayangan Pratap kondisinya sedang sakit “Semua kuda bagiku sama saja” ujar Pratap sambil duduk di pelana kuda hitam “Kalau Chetak itu sedikit berbeda, dia itu tunggangan kuda yang memiliki kemampuan yang lebih” Chetak langsung meringkik keras begitu mendengar ucapan Pratap “Chetak, kamu tidak bisa menemani aku kali ini karena kamu sedang sakit sekarang” Kanak Raj tersenyum senang sambil melirik kearah botol minuman keras yang disimpan olehnya, tak lama kemudian Pratap meninggalkan kandang kuda segera.
Di arena pertandingan, Pratap dan Chandrasen bersama sama memasuki arena pertandingan tersebut, semua orang mengelu elukan keduanya “Hidup pangeran Pratap ! Hidup pangeran Chandrasen ! Hidup pangeran Pratap ! Hidup pangeran Chandrasen ! Hidup pangeran Pratap ! Hidup pangeran Chandrasen !” dari tempat para ratu Chanayi sangat terkejut ketika melihat kakaknya menunggang kuda hitam bukannya Chetak “Chetak itu sedang kurang enak badan” Ajabde mencoba menjelaskan pada adik iparnya itu, tepat pada saat itu pengaruh alkohol mulai bereaksi pada kuda hitam yang ditunggangi oleh Pratap, Pratap dan Chandrasen kemudian turun dari kudanya dan memberikan salam pada Guruji yang saat itu berdiri di atas benteng pintu gerbang arena pertandingan, kemudian berbalik memberikan salam pada semua ratu dan raja juga petinggi Udaipur yang duduk di tempat mereka, mereka semua segera membalas salam Pratap dan Chandrasen, lalu Guruji mulai memaparkan peraturan untuk kompetisi pada semua orang, khususnya untuk alasan atau pentingnya kompetisi tersebut diadakan “Babak pertama adalah pertandingan memanah !” Pratap dan Chandrasen mulai bersiap siap, giliran pertama adalah Chandrasen, saat itu seorang pria mulai memutar mutar sebuah apel dan dua buah benda yang lain yang berwarna merah, Pratap dan Chandrasen harus bisa mengenai apel tersebut dan apabila sasarannya tidak pada apel maka dia akan langsung didiskualifikasi.
Chandrasen mulai bersiap siap membidik apel tersebut, semua orang nampak tegang, ketika anak panahnya dilesatkan, anak panah Chandrasen tepat mengenai sasaran pada apel tersebut, semua orang senang melihatnya, rakyat pendukung Chandrasen juga mulai mengelu elukan nama Chandrasen, Jagmal yang saat itu dalam keadaan mabuk juga ikut ikutan mengelu elukan nama Chandrasen “Hidup pangeran Chandrasen ! Hidup pangeran Chandrasen !” Ratu Bhatyani memandang Jagmal dengan tatapan tajam dan heran, Jagmal menyadari tatapan ibunya yang tidak suka dengan tingkahnya, Jagmal segera duduk sambil sempoyongan ditarik oleh Raimal, pamannya. Di arena pertandingan, kali ini giliran Pratap yang harus membidik apel tersebut, tak lama kemudian Pratap berhasil memanah tepat pada sasarannya, para sekutu Pratap dan para ratu yang melihatnya merasa lega, Pratap dan Chandrasen berhasil di babak pertama, babak pertamapun berakhir, namun raja raja masih nampak tegang.
Babak kedua adalah melempar tombak terjauh, Chandrasen dan Pratap bersiap siap dengan tombak mereka masing masing, saat itu Pratap teringat akan ucapan Raimal “Pratap telah melakukan begitu banyak hal untuk negeri Rajputana. Jika dia menang maka kita akan melakukan apa yang dia ingin kita lakukan. Jika Pratap kalah maka kita akan bebas sebagai seorang individu dimana kita bisa mengambil keputusan sendiri”
Pratap kemudian tersadar dan bersiap siap hendak melempar tombaknya bersama sama dengan Chandrasen, mereka berdua berlari sekencang mungkin hingga pada titik tertentu kemudian mereka berdua melemparkan tombak mereka hingga melesat di udara dan mendarat tepat di dekat bendera yang harus mereka tuju, mereka berdua kembali memenangkan babak kedua ini, semua orang semakin tegang melihatnya.
Babak ketiga adalah mengendarai kuda dan mengatur kudanya sebaik mungkin “Ibu apakah ayah akan menang dalam babak ketiga ini ?” tanya Amar ketika melihat ayahnya menunggangi kuda hitam yang sepertinya tidak bisa dikendalikan “Ayahmu harus menang untuk mencapai apa yang telah dia impikan selama ini, Amar” ujar Ajabde, sementara itu Guruji kembali mengumumkan bahwa ada dua putaran yang akan mereka lewati “Siapapun yang bisa membuat lawannya jatuh pertama kali dari kuda maka dia akan dinyatakan sebagai pemenangnya !” ujar Guruji, Raimal dan Jagmal saling berpandang pandangan dengan tatapan mengejek untuk Pratap.
Chandrasen dan Pratap sudah siap menunggangi kuda mereka namun anehnya kuda Pratap hanya berjalan bolak balik seperti sedang gelisah, sementara kuda Chandrasen berdiri tenang, rupanya tanpa sepengetahuan Pratap, kuda hitam itu diminumi minuman keras oleh Kanak Raj, Raimal dan Jagmal sehingga kuda itu mabuk “Pangeran Chandrasen, apapun yang terjadi, aku harap kamu tidak akan tersinggung” ujar Pratap yang merasa heran dengan kudanya yang tidak bisa dikendalikan “Itu tidak menjadi masalah, lebih baik kendalikan kudamu dulu” ujar Chandrasen, Pratap sangat kebingungan karena kuda hitamnya malah menuju pada sisi yang berlawanan, semua orang yang melihatnya juga merasa heran dan tegang, mereka tidak tahu apa yang sedang dialami Pratap dan kudanya