SINOPSIS MAHAPUTRA episode 287 (01 Oktober 2014)

SINOPSIS MAHAPUTRA episode 287 (01 Oktober 2014) by. Sally Diandra Di medan pertempuran, kedua pasukan Jalal dan Pratap sedang sibuk bertarung satu sama lain, Nasir membunuh banyak prajurit Mewar yang membuat Pratap khawatir, sementara Pratap sedang bertarung dengan Jalal diatas kuda mereka masing masing “Sepertinya pedangmu ini tidak sehebat seperti dahulu ternyata, Pratap !” dengan tenang Pratap membalas ejekan Jalal “Keajaiban tidak berada pada pedangku tapi pada cintaku pada tanah airku, ketika hal itu bercampur dengan darahku maka banyak kstaria hebat akan kehilangan nyawanya, kamu itu bukan apa apa, Jalal !” bentak Pratap lantang, dari bawah salah satu prajurit Pratap berteriak padanya untuk tidak usah memikirkan mereka “Atasi saja orang Mughal itu, pangeran Pratap !” Pratap meyakinkan mereka kalau dirinya bisa menaklukkan Jalal “Cintaku pada tanah airku tidak akan membuat aku lemah sekarang !” dengan penuh semangat Pratap mulai kembali bertarung melawan Jalal 

Sementara itu, di kerajaan Mewar, Ratu Jaiwanta sedang berdoa pada Dewa Khrisna “Dewa Khrisna, aku harus melakukan tindakan penyesalan untuk tindakan ketidak adilan atau adharma yang telah aku lakukan dengan merebut hak seseorang dan itu tidak akan terjadi apabila aku tetap tinggal disini, sepertinya ini saat yang tepat untukku untuk pergi dari sini” ujar Ratu Jaiwanta sambil melirik kearah kertas dan pena, 

Di perbatasan Bijolia, perang juga masih terus berlanjut antara Raja Mamrak Ji dan Mahmood Shah, salah seorang prajurit mengabarkan pada Rao Mamrak Ji kalau tidak ada pasukan Afghanistan lagi dimanapun, Rao Mamrak Ji segera berlari untuk melihat sendiri apakah benar yang dikatakan oleh prajuritnya itu, ternyata apa yang dilihatnya itu benar, di tempat tersebut hanya ada obor tinggi yang ditancapkan di tanah di daerah perbatasan Bijolia, Mahmood Shah hanya tersenyum sinis pada Rao Mamrak Ji yang sedang mengecek kebenarannya, Rao Mamrak Ji baru menyadari kalau semua ini adalah palsu dan tipuan belaka, Rao Mamrak Ji segera berteriak memanggil Mahmood Shah dengan nada marah “Mahmood Shah ! Ternyata kamu telah menipu kami !” Mahmood Shah tidak keberatan dikatakan seperti itu oleh Rao Mamrak Ji “Aku hanya mengikuti rencana yang telah disiapkan oleh Yang Mulia Raja Jalalludin Muhammad !” Rao Mamrak Ji terkejut mendengarnya apalagi ketika dia mendengar kalau Jalal dan pasukannya sedang menuju ke Chittor 

“Kamu telah memanggil seluruh pasukan Chittor untuk bertarung bersama beberapa prajurit kami disini dan sisa dari pasukan kami sedang pergi menikmati pernikahan anak perempuanmu, kasihan benar Pratap yang hanya sendirian di Chittor menghadapi pasukan kami semua” ujar Mahmood Shah sambil tertawa terbahak bahak “Sebanarnya Jalal ingin agar aku membunuhnya tapi sayangnya dia tidak ada di sini ! Jalal pasti akan sangat menikmatinya, khususnya dalam membuat anakmu menjadi janda ! Apalagi saat ini Jalal mempunyai sebuah pasukan yang benar benar besar bersamanya jadi rasanya tidak mungkin Pratap akan bisa bertahan !” Rao Mamrak Ji yang sangat marah pada Mahmood Shah segera menebas kaki Mahmood Shah yang asli dengan pedangnya yang membuat Mahmood Shah terjengkang dan berteriak kesakitan, belum juga habis rasa terkejutnya, Rao Mamrak Ji segera membunuh Mahmood Shah dengan perasaan marah 

Sementara itu di kerajaan Mewar, Ratu Jaiwanta sedang menulis sebuah surat untuk Ajabde “Ajabde, aku harus pergi meninggalkan keluarga ini, daerah ini dan istana ini untuk selamanya, aku memiliki kepercayaan penuh padamu kalau kamu bisa mengurusi semuanya, kamu harus mengurusi suamimu, pangeran Pratap. Kamu harus berdiri disebelahnya layaknya sebuah perisai diantara dia dan berbagai macam masalah dan tantangan yang menghadang dirinya, kamu telah membuat aku percaya padamu ketika dimasa lalu kamu cukup mampu melakukan hal itu semua, itulah mengapa aku tidak merasa menyesal dengan membuat keputusan ini” sejenak Ratu Jaiwanta meilirik kearah patung Dewa Khrisna kemudian kembali menyelesaikan menulis suratnya dan tak lama kemudian Ratu Jaiwanta merubah dandanannya dengan pakaian rakyat biasa, ditanggalkan semua perhiasan yang biasa dikenakannya selama ini, Ratu Jaiwanta telah menetapkan dirinya untuk mengabdi pada Dewa Khrisna dan meninggalkan semua hal yang berbau duniawi. 

Di perbatasan Mewar, Jalal dan Pratap masih terus bertarung satu sama lain, Pratap memperingati Jalal kalau kali ini konsekwensinya akan sangat buruk buat Jalal “Aku berharap kamu telah mengucapkan selamat tinggal kepada semua orang yang kamu cintai” ejek Pratap, namun Jalal juga tidak mau kalah “Aku kesini dengan tujuan untuk membuat istrimu, Ajabde menjadi seorang janda !” Pratap sangat marah karena Jalal menyebut nama Ajabde, hal itu sangat melukai perasaannya, sementara itu Nasir, kaki tangan Jalal telah membunuh begitu banyak prajurit Mewar, tiba tiba salah seorang prajurit Mughal menghampiri mereka dengan bendera putih yang dibawanya “Dengan rasa menyesal aku harus mengabari kamu Yang Mulia kalau ibumu saat ini sedang sekarat dan sebagai permintaannya yang terakhir, beliau ingin bertemu denganmu untuk yang terakhir kalinya” Jalal kaget dan benar benar tidak percaya, Jalal teringat pada kenangan indahnya bersama ibu kandungnya, Ratu Hamidah “Lebih baik kamu pulang saja, Jalal ! Aku masih ingat apa yang pernah kamu katakan dulu, sangat penting bagi kita untuk membalas semua yang telah dilakukan oleh ayah kita, tapi dalam tradisimu sangat penting kalau kamu membalas semua yang telah ibumu lakukan, pergilah sebelum aku mengubah keputusanku” Jalal teringat semuanya dengan baik 

“Sebuah pedang Rajput tidak akan pernah kembali tanpa darah yang mengalir dan pedangmu itu masih kering, Pratap” tantang Jalal, Pratap segera mengangkat tangan kirinya keatas dan mengiris telapak tangannya itu dengan pedangnya hingga darah mengalir pada pedangnya, Jalal dan Nasir terkejut melihat apa yang telah dilakukan oleh Pratap “Aku telah mengaliri pedangku dengan darah tapi jangan berfikir kalau aku akan menghentikan perang ini demi masa lalu kita berdua, aku telah membakar semua kenangan tersebut sejak cukup lama, aku menghentikan perang ini untuk seorang ibu, tidak ada yang bisa menandingi seorang ibu diatas segalanya” Jalal pun akhirnya setuju dengan pendapat Pratap “Baiklah, aku setuju denganmu, Pratap ,,, tapi suatu hari nanti kamu akan menyesali apa yang telah kamu lakukan hari ini, sama seperti kamu aku juga sangat berharap kematianmu dalam setiap detik sepanjang hidupku, suatu saat nanti aku pasti akan kembali !” tantang Jalal “Baiklah, aku tunggu kedatanganmu !” tak lama kemudian Jalal dan pasukannya bergegas berlalu dari hadapan Pratap 

Di kerajaan Mewar, saat itu Ratu Jaiwanta sudah berjalan keluar menuju ke teras depan istananya, ucapan Ratu Veer Bai masih terus bergema ditelinganya, Ratu Jaiwanta terus berjalan keluar dari istananya sambil membawa sebuah patung Dewa Khrisna yang berukuran kecil ditangannya, dari atas balkon Ratu Bhatyani memperhatikan kepergian Ratu Jaiwanta dengan senyum sinisnya, Ratu Jaiwanta benar benar sangat terluka akan kata kata Ratu Veer Bai, sejenak Ratu Jaiwanta berhenti dan menengok kebelakang dan dilihatnya kembali istana Mewar yang telah ditinggalinya selama ini yang penuh dengan kenangan indah, Ratu Jaiwanta kemudian kembali berbalik dan menutup matanya, kepedihan hatinya bisa tergambar jelas lewat matanya lalu kembali melanjutkan langkahnya keluar dari istana, Ratu Bhatyani yang masih mengamatinya dari atas balkon merasa sangat senang karena rival terbesarnya telah pergi, sehingga tidak ada penghalang lagi yang akan mengacaukan rencananya selama ini 

Pada saat yang bersamaan, Ajabde nampak sangat cemas dan gelisah, sedari tadi Ajabde hanya bolak balik di kamarnya, Ajabde teringat ketika Ratu Bhatyani menyuruhnya untuk masuk ke dalam kamarnya dan menyakinkannya kalau Ratu Bhatyani akan mengabarkan semuanya pada Ratu Jaiwanta, Ajabde juga teringat ketika Pratap meminta dirinya untuk menceritakan semuanya pada Rani Ma, Ratu Jaiwanta, dengan begitu Rani Ma bisa mengabarkan ke Raja Udai Singh, Ajabde masih merasa kalau dirinya harus menceritakan semuanya pada Ratu Jaiwanta, seperti yang diperintahkan oleh Pratap “Lebih baik aku akan menceritakan semunya sendiri ke Rani Ma sekarang juga” ujar Ajabde sambil berjalan keluar dari kamarnya, 

Sementara itu Raja Udai Singh yang sudah selesai berdandan sedang berjalan di sepanjang koridor sambil mencari Ratu Jaiwanta, Raja Udai Singh tahu kalau Ratu Jaiwanta pasti saat ini sedang melakukan pemujaan di ruangan pemujaan, Raja Udai Singh segera menuju ke ruangan tersebut “Maharani Jaiwanta, seharusnya kamu memulai hari harimu dengan suamimu juga” ujar Raja Udai Singh dengan senyumnya yang mengembang sambil memperhatikan ruangan pemujaan tersebut, namun ternyata ruangan itu kosong, tidak ada siapa siapa disana, Raja Udai Singh mencoba mencari cari Ratu Jaiwanta di dalam ruangan tersebut namun tetap nihil, hingga akhirnya Raja Udai Singh menemukan sebuah surat yang ditelakkan di atas meja tulis, Raja Udai Singh sangat terkejut begitu membacanya, rupanya isi surat itu telah diganti dan tidak sesuai dengan apa yang di tulis oleh Ratu Jaiwanta untuk Ajabde “Ajabde, kamu telah membuat aku menyadari hari ini, tidak itu istana ini tidak juga Pratap, kamu bisa mengambil tempatku jadi aku akan pergi dari sini” Raja Udai Singh merasa heran, 

Tepat pada saat itu Ajabde memasuki ruangan tersebut untuk mencari Ratu Jaiwanta tapi Ajabde merasa lega karena akhirnya dirinya bisa bertemu dengan Raja Udai Singh “Rana Ji, aku tidak tahu apakah Choti Ma sudah mengatakannya padamu atau belum karena dia telah tahu tentang hal ini sebelumnya” Raja Udai Singh tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Ajabde “Rana Ji, pasukan Mughal telah menyerang Chittor dan saat ini pangeran Pratap telah pergi bertarung melawan mereka” Raja Udai Singh kaget “Maafkan aku, Rana Ji ,,, aku telah mencoba untuk mengatakannya padamu, tapi karena terburu buru jadi aku tidak bisa melakukan apapun kecuali memberikan tilak untuk pangeran Pratap” Raja Udai Singh langsung marah pada Ajabde 

“Apa ? Kamu itu baru saja sampai disini dan kamu telah merubah segalanya disini ? Kamu pikir kamu ini siapa ? Siapa yang memberikan kamu hak untuk mengirimkan Pratap keluar dari istana ini ? Kamu ini benar benar terlalu berani dengan mengatakan kalau kamu telah melakukan tilak untuk pangeran Pratap ? Kamu telah melampui batasanmu sendiri !” Ajabde tidak menyangka kalau ayah mertuanya akan marah seperti ini, Ajabde hanya bisa menangis, Raja Udai Singh bergegas keluar meninggalkan Ajabde yang termangu sedih disana 

Raja Udai Singh segera memanggil prajuritnya dan bertanya tentang Rawat Ji namun Raja Udai Singh baru mengetahui kalau Rawat Ji sedang pulang ke kampung halamannya, Raja Udai Sing kemudian menyuruh prajuritnya untuk mengumpulkan prajurit yang lain yang masih berada di dalam istana, tepat pada saat itu Ratu Bhatyani menghampiri Raja Udai Singh yang sedang berada di koridor, Ajabde bergegas berdiri di samping Ratu Bhatyani, namun Raja Udai Singh masih marah pada Ajabde “Aku tidak ingin mendengar ucapan kamu dan gadis biasa ini menjadi masa depan Mewar !” Ratu Bhatyani berusaha untuk menenangkan suaminya, namun gagal, 

Raja Udai Singh kemudian menunjukkan surat Jaiwanta pada Ratu Bhatyani “Lihat ini ! Dia tidak hanya memaksa Maharani Jaiwanta keluar dari istana ini tapi dia juga telah mengirimkan pangeran Pratap untuk bertarung menghadapi Jalal tanpa mengatakannya terlebih dahulu padaku ! Dia bahkan telah melakukan tilak untuk pangeran Pratap !” Ajabde berusaha untuk menjelaskan tapi Raja Udai Singh tidak ingin penjelasan apapun darinya “Sekembalinya aku nanti aku akan menganalisa setiap kejadian secara detail !” Ajabde berusaha untuk membuat Ratu Bhatyani berbicara untuk mendukungnya tapi Ratu Bhatyani sendiri pura pura ketakutan melihat kemarahan Raja Udai Singh, Ratu Bhatyani kemudian memberikan surat itu ke Ajabde, Ajabde kaget begitu membacanya, 

Ratu Bhatyani tersenyum sinis sambil teringat ketika dirinya mengganti tulisan Ratu Jaiwanta begitu Ratu Jaiwanta keluar dari istana, Ajabde tidak mengerti apa yang dimaksud dalam surat itu “Kenapa Rani Ma menulis surat seperti ini ? Apa yang telah aku lakukan ?” ujar Ajabde bingung dan cemas, Ratu Bhatyani kemudian menceritakan bagaimana Ratu Jaiwanta diperlakukan seperti seorang Dewi di istana ini “Aku harap kamu tidak mengatakan sesuatu yang bisa membuktikan kalau hal itu sangat berbahaya buat kamu” Ajabde masih bertanya tanya tentang kesalahan yang telah dilakukannya, Ratu Bhatyani segera meninggalkannya untuk mengecek Raja Udai Singh yang masih marah pada Ajabde, Ajabde berusaha menghentikan langkah Ratu Bhatyani tapi Ratu Bhatyani terburu buru karena ingin melihat Raja Udai Singh sebelum suaminya itu pergi berperang membantu Pratap, Ajabde hanya bisa terdiam lemas dan mulai menangis SINOPSIS MAHAPUTRA episode 288 by. Sally Diandra
Bagikan :
Back To Top