SINOPSIS ASHOKA episode 330 by. Kusuma Rasmana Di sebuah tempat tandus yang penuh bebatuan, Ashoka sedang berdiri
mematung memegang palunya. Dibelakangnya tampak beberapa lelaki para
pekerja dan seorang wanita yang berdiri tengah memohon bantuannya
sementara seorang bayi kecil yang menangis keras diletakkan begitu saja
ditanah. Kata-kata wanita barusan membuat Ashoka terpengaruh karena
membangkitkan kemarahannya. Namun Ashoka akhirnya sadar, dia harus
menolong para pekerja yang tengah berjuang dengan maut. Ashoka
melepaskan palunya dan berkata, "Anak ini tidak akan menjadi yatim!"
Ashoka membalikkan badan, mengambil bayi yang ada di tanah dan mengembalikannya kepada wanita itu yang adalah ibu si bayi. Dia mulai berlari menuju jembatan gantung yang putus, dimana beberapa pekerja tengah berjuang menyelamatkan diri. Sisi jembatan yang putus menjuntai dimana beberapa orang sedang menyelamatkan diri sudah mulai merosot ke bawah. Sedangkan para pekerja lain dan mandornya tidak bisa berbuat apapun karena mereka semua ada di sisi tebing sebrang, yang jaraknya cukup jauh.
Ashoka tiba di tempat itu tepat ketika ujung tali
temali jembatan hampir lepas seluruhnya dari sisi tebing. Dia segera
menarik tali temali jembatan dengan tenaganya yang perkasa. Pelan tapi
pasti sisi jembatan tertarik ke atas. Dari tebing sebrang, para pekerja
lainnya riuh memberi semangat kepada Ashoka yang tengah berjuang.
Akhirnya sisi jembatan yang terputus itu berhasil tiba diatas tebing dan
ketika hampir semua orang sudah selamat, seorang pekerja ayah si bayi
dan suami wanita itu yang posisinya paling bawah pegangan tangannya
terlepas tepat saat mencapai ujung tebing. Ashoka yang melihat bahaya
bagi lelaki pekerja itu segera melompat berusaha menangkap tangannya.
Para pekerja lain dan wanita ibu si bayi memekik ngeri melihat kejadian
itu dari sisi tebing sebrang. Mandor Ashoka yang ikut disitu memberitahu
semua orang untuk tidak bahagia dulu, "Kalian harus membayar untuk ini
juga!"
Sementara Ashoka masih berjuang disisi tebing sebrang memegang tangan suami si wanita untuk menariknya ke atas. Saat itulah kalung di leher Ashoka jatuh ke jurang dalam dibawah. Dengan satu gerakan sentakan, Ashoka melempar pekerja itu keatas tebing dan dia melompat ke dalam jurang untuk menyelamatkan kalungnya. Dia berhasil menangkap kalungnya yang masih melayang di udara, sementara tangan lainnya berpegangan pada batu yang pada sisi tebing yang curam itu.
Sementara Ashoka masih berjuang disisi tebing sebrang memegang tangan suami si wanita untuk menariknya ke atas. Saat itulah kalung di leher Ashoka jatuh ke jurang dalam dibawah. Dengan satu gerakan sentakan, Ashoka melempar pekerja itu keatas tebing dan dia melompat ke dalam jurang untuk menyelamatkan kalungnya. Dia berhasil menangkap kalungnya yang masih melayang di udara, sementara tangan lainnya berpegangan pada batu yang pada sisi tebing yang curam itu.
Di sebuah arena di istana Kalingga, seorang gadis yang mengenakan
pakaian seorang prajurit sedang berlatih tarung pedang dalam ruang gelap
temaram. Dia menghadapi 4 lawan laki-laki yang mengurungnya dari
keempat sisi. Satu persatu lawan yang maju menyerangnya berhasil
dilumpuhkan. Setiap lawannya jatuh, gadis itu menyalakan obor penerangan
arena itu dengan ujung pedangnya. Sekarang arena itu pun mulai agak
terang. Tampak jelas gadis itu menutupi kepalanya dengan kain merah
dengan ujungnya berurai menutupi lehernya. Di dadanya dia mengenakan
baju zirah yang lebar. Gadis itu segera keluar dari tempat arena latihan
dan segera menyimpan pedang di tempat senjata yang ada didekat arena
latihan.
Seorang perempuan setengah baya, ibu dari gadis itu,
datang ke tempat itu dan menegurnya. "Kaurwaki, sampai kapan kau akan
bertarung dalam kegelapan? Ini sudah bertahun-tahun telah berlalu", kata
ibu sang gadis.
Gadis yang bernama Kaurwaki itu menjawab, "Aku harus membayar kembali atas kesalahan ayah atau mungkin juga kesalahan lamaku. Bagaimanapun Aku telah menyakiti Ashoka, itulah mengapa aku harus menanggung rasa penderitaan karena berjauhan sekarang. Hanya Ashoka yang bisa mengeluarkanku dari kegelapan ini. Tidak ada yang bisa menghalangi Ashoka dan Kaurwaki dari bersatu, bahkan tidak juga ayah sekalipun!". Ibunya berusaha menenangkan kegelisahan Kaurwaki. Kaurwaki segera pergi dari tempat itu. Ayah Kaurwaki, Jagannatha diam-diam mendengar kata-kata putrinya dari belakang pilar.
Gadis yang bernama Kaurwaki itu menjawab, "Aku harus membayar kembali atas kesalahan ayah atau mungkin juga kesalahan lamaku. Bagaimanapun Aku telah menyakiti Ashoka, itulah mengapa aku harus menanggung rasa penderitaan karena berjauhan sekarang. Hanya Ashoka yang bisa mengeluarkanku dari kegelapan ini. Tidak ada yang bisa menghalangi Ashoka dan Kaurwaki dari bersatu, bahkan tidak juga ayah sekalipun!". Ibunya berusaha menenangkan kegelisahan Kaurwaki. Kaurwaki segera pergi dari tempat itu. Ayah Kaurwaki, Jagannatha diam-diam mendengar kata-kata putrinya dari belakang pilar.
Di tempat
pemecahan batu sisi tebing, Lelaki yaang merupakan mandor dari Ashoka
menunjukkan kantong berisi uang yang ia kumpulkan dari para pekerja
sebagai imbalan bantuan yang dilakukan Ashoka. "Mengapa kau
membutuhkannya sekarang? Kau sudah memiliki cukup banyak", kata sang
mandor tertawa-tawa.
Ashoka memelintir tangan mandornya dan menghantam leher mandor itu hingga jatuh pingsan. "Aku harus mengatur bagian untuk banyak orang yang daftarnya panjang".
Mandor lainnya memperingatkan Ashoka agar berhati-hati dalam bertindak. "Aku sedang mengawasimu", kata Mandor itu sambil menyentakkan ujung cambuknya.
Ashoka melangkah mendekati mandor itu dan berkata, "Matamu mengawasi aku atau uang emasku?. Jagalah itu dengan baik!". Si Mandor marah mendengarnya, namun nyalinya sudah rontok mmembuat tidak berani bertindak apapun. Ashoka segera berbalik kepada mandornya yang terkapar pingsan dan memungut kantong uang emas yang tergeletak.
Ashoka segera melangkah bermaksud pergi, namun wanita ibu si bayi menghadang langkahnya sambil bertimpuh dan mencakupkan tangannya. Dia sangat berterima kasih kepada Ashoka atas bantuannya menyelamatkan para pekerja. "Aku tidak akan pernah melupakan ini", kata wanita itu.
Ashoka menjawab, "Chanda tidak pernah menerima bantuan siapapun atau membantu siapapun. Aku dibayar untuk melakukannya!". Ashoka segera melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Ashoka memelintir tangan mandornya dan menghantam leher mandor itu hingga jatuh pingsan. "Aku harus mengatur bagian untuk banyak orang yang daftarnya panjang".
Mandor lainnya memperingatkan Ashoka agar berhati-hati dalam bertindak. "Aku sedang mengawasimu", kata Mandor itu sambil menyentakkan ujung cambuknya.
Ashoka melangkah mendekati mandor itu dan berkata, "Matamu mengawasi aku atau uang emasku?. Jagalah itu dengan baik!". Si Mandor marah mendengarnya, namun nyalinya sudah rontok mmembuat tidak berani bertindak apapun. Ashoka segera berbalik kepada mandornya yang terkapar pingsan dan memungut kantong uang emas yang tergeletak.
Ashoka segera melangkah bermaksud pergi, namun wanita ibu si bayi menghadang langkahnya sambil bertimpuh dan mencakupkan tangannya. Dia sangat berterima kasih kepada Ashoka atas bantuannya menyelamatkan para pekerja. "Aku tidak akan pernah melupakan ini", kata wanita itu.
Ashoka menjawab, "Chanda tidak pernah menerima bantuan siapapun atau membantu siapapun. Aku dibayar untuk melakukannya!". Ashoka segera melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Di sebuah kota yang bernama Awantipuram, wilayah UJJAINI.
Seorang pria bernama Seth Dhaniram sedang menyusuri jalan-jalan ditempat itu dengan membawa buku tagihan sambil mengomel. "Aku akan memastikan para penyewa membayarku malam hari ini atau aku akan mengusir mereka semua keluar dari rumah!"
Dhaniram mendatangi sebuah rumah besar bertingkat dengan halaman luas. Disana tampak seorang anak kecil berusia sepuluhan tahun sedang bermain di halaman rumah. Anak itu mencoba memukul sebongkah batu bulat memanjang sejengkal dengan batang kayu sepanjang lengan bawah. Namun batu bulat panjang yang dipukul melambung ke pilar dan memantul mengenai dahi Seth Dhaniram yang baru saja datang. Dhaniram berteriak kesakitan namun anak kecil putra salah seorang penyewa di rumah itu malah mendekat dan tertawa. Dhaniram memarahi anak itu seketika anak itu pun diam. Dhaniram menyuruhnya memanggil ibunya dan anak itu memanggil ibunya sambil masuk ke dalam.
Dhaniram lalu duduk dibangku yang ada di halaman itu sambil menggerutu ,"Aku tidak akan bersikap lunak sekarang! Aku akan mengambil uang sewa setiap hari sekarang". Dia menggerutu sambil masih menahan sakit dikeningnya.
Namun raut mukanya berubah ketika melihat ibu dan anak itu keluar dari rumah besar itu. Dhaniram tampak terpesona karena wajah cantik wanita penyewa yang bernama Dharma itu keluar dari kamarnya sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan kecil. Dharma mengucapkan salam dan berbasa-basi dengan Dhaniram yang merupakan pemilik rumah yang disewanya. Dhaniram menerima suguhan yang dibawa Dharma itu dengan senyum sumringah, membuat anak kecil putra Dharma heran dengan perubahan roman mukanya yang tadinya tampak marah. Dharma yang mengerti keperluan Dhaniran mengatakan ingin minta waktu untuk pembayaran uang sewa. "Aku akan membayar iuran tepat waktu", kata Dharma meyakinkan Dhaniram.
Dhaniram menjawab, "Tidak apa-apa, Aku bisa meberi pinjaman kepada orang baik sepertimu", Dhaniram menikmati suguhan di nampan
Dharma kembali berjanji, "Aku akan mengirimkan uang sewa begitu Chanda pulang dari bekerja"
"Chanda?!" tanya Dhaniram terkejut hingga menjatuhkan nampan ditangannya. Dia kaget mendengar nama Chanda disebut oleh wanita cantik yang menyewa rumahnya itu.
Seorang pria bernama Seth Dhaniram sedang menyusuri jalan-jalan ditempat itu dengan membawa buku tagihan sambil mengomel. "Aku akan memastikan para penyewa membayarku malam hari ini atau aku akan mengusir mereka semua keluar dari rumah!"
Dhaniram mendatangi sebuah rumah besar bertingkat dengan halaman luas. Disana tampak seorang anak kecil berusia sepuluhan tahun sedang bermain di halaman rumah. Anak itu mencoba memukul sebongkah batu bulat memanjang sejengkal dengan batang kayu sepanjang lengan bawah. Namun batu bulat panjang yang dipukul melambung ke pilar dan memantul mengenai dahi Seth Dhaniram yang baru saja datang. Dhaniram berteriak kesakitan namun anak kecil putra salah seorang penyewa di rumah itu malah mendekat dan tertawa. Dhaniram memarahi anak itu seketika anak itu pun diam. Dhaniram menyuruhnya memanggil ibunya dan anak itu memanggil ibunya sambil masuk ke dalam.
Dhaniram lalu duduk dibangku yang ada di halaman itu sambil menggerutu ,"Aku tidak akan bersikap lunak sekarang! Aku akan mengambil uang sewa setiap hari sekarang". Dia menggerutu sambil masih menahan sakit dikeningnya.
Namun raut mukanya berubah ketika melihat ibu dan anak itu keluar dari rumah besar itu. Dhaniram tampak terpesona karena wajah cantik wanita penyewa yang bernama Dharma itu keluar dari kamarnya sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan kecil. Dharma mengucapkan salam dan berbasa-basi dengan Dhaniram yang merupakan pemilik rumah yang disewanya. Dhaniram menerima suguhan yang dibawa Dharma itu dengan senyum sumringah, membuat anak kecil putra Dharma heran dengan perubahan roman mukanya yang tadinya tampak marah. Dharma yang mengerti keperluan Dhaniran mengatakan ingin minta waktu untuk pembayaran uang sewa. "Aku akan membayar iuran tepat waktu", kata Dharma meyakinkan Dhaniram.
Dhaniram menjawab, "Tidak apa-apa, Aku bisa meberi pinjaman kepada orang baik sepertimu", Dhaniram menikmati suguhan di nampan
Dharma kembali berjanji, "Aku akan mengirimkan uang sewa begitu Chanda pulang dari bekerja"
"Chanda?!" tanya Dhaniram terkejut hingga menjatuhkan nampan ditangannya. Dia kaget mendengar nama Chanda disebut oleh wanita cantik yang menyewa rumahnya itu.
Sementara itu, Ashoka sedang berada di
sebuah pasar ketika dia merasa seperti ada seseorang yang sedang
mengikutinya. Beberapa kali ia melihat ke belakang dan menoleh ke sana
kemari, tapi dia tidak melihat siapapun yang pantas dicurigai. Perasaan
Ashoka memang peka, karena tidak jauh dari tempat itu ada sesorang
berpakaian putih dan memakai tongkat sedang mengawasinya. Dari
penampilannya, orang itu bukan orang sembarangan.
Di keramaian pasar, Ashoka sengaja mendekati seorang wanita istri bekerja yang pernah ditolongnya di jembatan tebing beberapa waktu sebelumnya. Wanita itu kaget karena tidak menyangka pria gempal yang dikenali sebagai Chanda telah berdiri didepannya.
"Ini, ambil kembali!" kata Ashoka memberikan kantong berisi koin emas yang dipegangnya. Wanita itu kaget, " tapi itu milikmu, kau pantas menerimanya".
"Aku tidak ingin sedekah. Kau memperkirakan hargaku hanya dengan ini? Simpan uang itu untukmu. Ini adalah hutang budiku kepadamu. Aku akan datang mengambilnya suatu hari nanti", kata Ashoka menjatuhkan uang itu di depan wanita itu. Dia lalu melangkah pergi dari tempat itu, wanita itu hanya bengong dan melirik kepergian Chanda. "Dia mencoba menyembunyikan kebaikan di dalam dirinya semaunya, tapi sebenarnya dia orang yang baik hati", guman wanita itu. Sementara kembali sosok yang berpakaian putih melihat kejadian itu dari tempat tersembunyi.
Di keramaian pasar, Ashoka sengaja mendekati seorang wanita istri bekerja yang pernah ditolongnya di jembatan tebing beberapa waktu sebelumnya. Wanita itu kaget karena tidak menyangka pria gempal yang dikenali sebagai Chanda telah berdiri didepannya.
"Ini, ambil kembali!" kata Ashoka memberikan kantong berisi koin emas yang dipegangnya. Wanita itu kaget, " tapi itu milikmu, kau pantas menerimanya".
"Aku tidak ingin sedekah. Kau memperkirakan hargaku hanya dengan ini? Simpan uang itu untukmu. Ini adalah hutang budiku kepadamu. Aku akan datang mengambilnya suatu hari nanti", kata Ashoka menjatuhkan uang itu di depan wanita itu. Dia lalu melangkah pergi dari tempat itu, wanita itu hanya bengong dan melirik kepergian Chanda. "Dia mencoba menyembunyikan kebaikan di dalam dirinya semaunya, tapi sebenarnya dia orang yang baik hati", guman wanita itu. Sementara kembali sosok yang berpakaian putih melihat kejadian itu dari tempat tersembunyi.
Sementara itu di rumah yang disewa oleh Dharma, Dhaniram panik mendengar nama Chanda yang disebut Dharma sebagai anaknya.
"Jangan katakan sesuatu tentang Chanda", kata Dhaniram seperti ketakutan dengan nama itu. Dharma merasa heran dengan tingkah polah Dhaniram yang tiba-tiba panik.
Putra bungsu Dharma yang ikut disitu malah berkata akan menceritakan semua kepada kakaknya bila sudah datang. Dhaniram bertambah panik, "Jangan katakan apapun padanya!", kata Dhaniram sambil berlalu dan dia akhirnya berlari keluar dari pekarangan rumah itu.
Putra bungsu Dharma tertawa melihat Dhaniram yang lari ketakutan, sementara Dharma malah terlihat heran dan tegang.
"Jangan katakan sesuatu tentang Chanda", kata Dhaniram seperti ketakutan dengan nama itu. Dharma merasa heran dengan tingkah polah Dhaniram yang tiba-tiba panik.
Putra bungsu Dharma yang ikut disitu malah berkata akan menceritakan semua kepada kakaknya bila sudah datang. Dhaniram bertambah panik, "Jangan katakan apapun padanya!", kata Dhaniram sambil berlalu dan dia akhirnya berlari keluar dari pekarangan rumah itu.
Putra bungsu Dharma tertawa melihat Dhaniram yang lari ketakutan, sementara Dharma malah terlihat heran dan tegang.
Masih di pasar yang sama, sekelompok pemuda berjalan di jalan pasar
sambil bersorak mengepalkan tangan mereka menentang raja atau penguasa
setempat. Sekelompok pemuda tersebut diam dan saling pandang saat
melihat Ashoka / Chanda berdiri menghadang langkah mereka. Namun Ashoka
malah mendekat ke kerumunan kelompok itu dan ikut juga bergabung bersama
mereka. Ashoka berbicara dan juga berseru menentang kebijakan penguasa.
Kelompok pemuda itu pun merasa senang dan mereka ikut bersorak
menirukan seruan Ashoka.
Salah seorang pemuda pergi mencabut tiang bendera kerajaaan setempat yang tidak jauh dari tempat mereka. Pemuda itu bermaksud membakar bendera kerajaan dengan obor sebagi bentuk penentangan kepada penguasa. "Aku akan membakar bendera ini dengan api!", kata pemuda itu.
Namun Ashoka yang tidak senang melihat itu segera menghentikannya. "Hentikan!", kata Ashoka menudingkan telunjuknya. Dia mendekat dan menendang pemuda itu hingga roboh dan bendera beserta tiangnya yang dipegang pemuda itu terpelanting ke udara. Ashoka menangkap tiang bendera yang jatuh ke bumi. Dia marah dan menahan pemuda itu dengan kakinya sehingga tetap terbaring ditanah. Pemuda itu heran dan mempertanyakan tindakan Ashoka, namun Ashoka menjawab tangkas.
"Kau menghina bendera Rajya (kerajaan/negara) kita! Ada perbedaan antara raja dan rajya". Ashoka pun mulai berbicara didepan para pemuda itu.
"Kita harus menghormati rajya bahkan jika kita tidak menghormati sang raja. Raja adalah pelayan dari rajya yang mendapatkan hak istimewa untuk melayani para warga rajya. Raja bisa jadi datang dan pergi silih berganti, tapi rajya akan tetap ada. Jika kita tidak menghormati rajya maka kita akan berakhir menjadi musuh terbesar rajya kita. Ketika kita sendiri tidak menghormati rajya, menghargai ibu pertiwi, maka raja juga tidak akan menghormatinya. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi dalam rajya-ku! Jika ada seorang atau sekelompok orang mencoba berani melawan rajya-ku, aku tidak akan mengampuni mereka!". Ashoka menuding pemuda yang bermaksud membakar bendera tadi, membuat pemuda tadi terkejut dan ketakutan sambil memegang lehernya. Ashoka melangkah menuju tempat tiang bendera dan menempatkan tiang bendera itu sebagaimana mestinya. Matanya tajam menatap bendera merah yang mulai berkibar. Dibelakangnya beberapa pemuda takjub dengan kata-kata dan aksi yang dilakukan Ashoka barusan.
Salah seorang pemuda pergi mencabut tiang bendera kerajaaan setempat yang tidak jauh dari tempat mereka. Pemuda itu bermaksud membakar bendera kerajaan dengan obor sebagi bentuk penentangan kepada penguasa. "Aku akan membakar bendera ini dengan api!", kata pemuda itu.
Namun Ashoka yang tidak senang melihat itu segera menghentikannya. "Hentikan!", kata Ashoka menudingkan telunjuknya. Dia mendekat dan menendang pemuda itu hingga roboh dan bendera beserta tiangnya yang dipegang pemuda itu terpelanting ke udara. Ashoka menangkap tiang bendera yang jatuh ke bumi. Dia marah dan menahan pemuda itu dengan kakinya sehingga tetap terbaring ditanah. Pemuda itu heran dan mempertanyakan tindakan Ashoka, namun Ashoka menjawab tangkas.
"Kau menghina bendera Rajya (kerajaan/negara) kita! Ada perbedaan antara raja dan rajya". Ashoka pun mulai berbicara didepan para pemuda itu.
"Kita harus menghormati rajya bahkan jika kita tidak menghormati sang raja. Raja adalah pelayan dari rajya yang mendapatkan hak istimewa untuk melayani para warga rajya. Raja bisa jadi datang dan pergi silih berganti, tapi rajya akan tetap ada. Jika kita tidak menghormati rajya maka kita akan berakhir menjadi musuh terbesar rajya kita. Ketika kita sendiri tidak menghormati rajya, menghargai ibu pertiwi, maka raja juga tidak akan menghormatinya. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi dalam rajya-ku! Jika ada seorang atau sekelompok orang mencoba berani melawan rajya-ku, aku tidak akan mengampuni mereka!". Ashoka menuding pemuda yang bermaksud membakar bendera tadi, membuat pemuda tadi terkejut dan ketakutan sambil memegang lehernya. Ashoka melangkah menuju tempat tiang bendera dan menempatkan tiang bendera itu sebagaimana mestinya. Matanya tajam menatap bendera merah yang mulai berkibar. Dibelakangnya beberapa pemuda takjub dengan kata-kata dan aksi yang dilakukan Ashoka barusan.
CUPLIKAN :
Ashoka meminta ibunya untuk mengijinkan dia kembali ke Pattaliputra,
namun Dharma menolaknya. "Ibu bahkan tidak membiarkanku menyebut nama
dari Pattaliputra lagi", katanya kesal dan lalu meminta adiknya untuk
membuat ibunya mengerti. Sementara itu di Pattaliputra, Sushima berkata,
"Dunia ini memerlukan seorang penjahat dan bukan seorang Nayaka
(pemimpin)! Aku adalah penjahat itu!". Charumitra hanya tersenyum
mendengar ujaran Sushima. SINOPSIS ASHOKA episode 331 by. Kusuma Rasmana