SINOPSIS MAHAPUTRA episode 280 (18 September 2014)

SINOPSIS MAHAPUTRA episode 280 (18 September 2014) by. Sally Diandra Di kerajaan Bijolia, pesta pernikahan Pratap dan Ajabde akan segera di laksanakan, seorang pendeta nampak membacakan doa doa di dekat api suci, kemudian pendeta tersebut memanggil Pratap untuk duduk di Mandap (tempat api suci untuk pernikahan), Pratap segera duduk di tempat yang sudah disediakan untuknya, ritual upacara pernikahan pun mulai berlangsung, pendeta mulai membacakan mantra dan doa doa suci, semua orang yang hadir disana terlihat sangat senang dan bahagia. 

Sementara itu dari dalam istana, Phool dan Shobagyawati menggandeng Ajabde menuju ke Mandap sambil membawa sebuah Kalash (seperti buah kelapa yang telah dikupas dan tinggal batoknya saja) untuk ritual pernikahannya, tiba tiba Ajabde berhenti dan berkata “Phool, aku tidak bisa melakukan ini ! Pangeran Pratap dalam keadaan apapun selalu mengecewakan aku, dia bisa saja masuk ke dalam kamarku dengan cara apapun untuk sekedar bicara denganku” Phool hanya tersenyum dan memaafkan semua yang telah terjadi “Aku telah mencobanya, Ajabde ,,, tapi dia tidak memberikan respon apapun padaku” Phool mencoba menenangkan Ajabde yang mulai merasa ketakutan, dengan tegas Phool segera membawa Ajabde ke Mandap “Kamu tidak bisa mundur lagi sekarang, Ajabde !” Ajabde hanya bisa pasrah 

Dari atas Mandap, pendeta memanggil pengantin perempuan, semua orang melirik ke arah Ajabde yang telah memasuki ruangan tersebut, pertama tama pengantin perempuan melakukan doa Ganpati, Pratap mencoba untuk melihat sekilas ke arah Ajabde dengan ekor matanya yang di ketahui oleh Ratu Hansa Bai “Pangeran Pratap, kamu tidak bisa melihat pengantin perempuanmu semudah ini tanpa mencapai Mandap ini” Ratu Hansa Bai mencoba menggoda Pratap, Pratap hanya tersenyum, dia mendengar suara gelang kaki Ajabde, Pratap langsung waspada, Ajabde meminta restu pada Raja Udai Singh dan akhirnya Ajabde naik ke atas Mandap, Pratap tidak melihat apa yang membuat Ajabde sedih, Ratu Hansa Bai mendudukkan Ajabde di depan Pratap, Pratap bisa melihat Ajabde secara langsung di depannya namun tak lama kemudian pandangannya tertutup oleh sebuah Chunri (tirai), Pratap tidak bisa lagi melihat Ajabde dengan jelas, pendeta kembali mengucapkan mantra dan doa doa suci, setelah selesai pendeta meminta agar Chunrinya di singkirkan, Pratap tersenyum ke arah Ajabde tapi segera merubah ekspresinya ketika Ajabde menatapnya, Ajabde merasa terganggu dengan tingkah laku Pratap yang suka sekali menggodanya, kemudian Ratu Hansa dan Phool meminta Ajabde agar duduk di sebelah Pratap seperti yang di minta oleh sang pendeta, kedua mempelai saling berpandang pandangan satu sama lain, sementara Pratap masih terus menunjukkan muka yang menyebalkan bagi Ajabde. 

Puja pun mulai di lakukan, ketika mereka sedang berdoa, Ajabde mencoba berbisik pada Pratap dengan nada suara yang sangat rendah “Pangeran Pratap, aku benar benar merasa malu atas semua yang telah aku katakan padamu, aku merasa sangat buruk, aku tidak tahu kalau semua kesalahanku akan sangat melukai kamu, aku mohon maafkanlah aku tapi jangan hukum aku dengan tidak bicara denganku, kamu bisa berkata tidak untuk pernikahan ini jika kamu memang menginginkannya, sekarang belum terlambat, aku tidak akan sedih, percayalah padaku tapi aku mohon katakanlah sesuatu” Pratap yang semula hanya diam saja mendengarkan semua ucapan Ajabde hanya tersenyum, Ajabde semakin bingung di buatnya “Aku mengenalmu dengan sangat baik, beruntungnya aku dan aku juga berterima kasih padamu karena akhirnya kita menikah juga, aku datang kesini untuk mengetahui tentang kamu, kamu itu memiliki kecenderungan memikirkan hal hal sampai sekecil mungkin, aku benar benar yakin bahwa kamu akan melakukan hal yang sama setelah kejadian kemarin, kamu mungkin mengira kalau aku kecewa padamu dan kamu pasti mengira kalau aku akan membatalkan pernikahan ini karena hal itu, benar ?” bisik Pratap dengan nada suara yang ada rendah “Pernikahan ini sangat penting untuk mendapatkan persetujuan dan pandangan untuk apa pernikahan itu di selenggarakan, benar bukan ?” Ajabde teringat pada kekhawatirannya yang berlebih lebihan pada kejadian itu dan bagaimana dia telah melakukan hal yang sama persis, namun Ajabde menolak telah melakukan semua hal seperti itu, Pratap hanya tersenyum, Pratap sudah tahu kalau Ajabde tidak akan menerima hal itu begitu saja, Ajabde menyatakan kalau Pratap selalu saja menemukan hal hal yang lucu sementara dirinya sedang gelisah. 

Tak lama kemudian Ratu Hansa melakukan Gathbandhan (mengikatkan kain ke dua pengantin) akhirnya Ajabde dan Pratap saling memandang satu sama lain, mereka saling tersenyum, kemudian Pratap memberikan sindoor berwarna merah terang di dahi Ajabde sebagai tanda kalau Ajabde sudah menjadi istri yang sah untuk Pratap, Phool yang sedari tadi melihat mereka berdua tersenyum bahagia sambil meneteskan air mata, semua orang merasa senang untuk kedua pasangan ini, mereka berdua pun saling memandang satu sama lain lagi. Raja Mamrat Ji dan Ratu Hansa Bai merasa terharu dan bahagia, kemudian kedua mempelai diminta bediri untuk saling bertukar kalung bunga, Pratap yang lebih tinggi dari Ajabde mulai menggoda Ajabde, sebelum Ajabde mengalungkan Garland (kalung bunga) Pratap sudah menundukkan kepalanya tapi ketika Ajabde hendak mengalungkan Garland, Pratap malah menengadahkan kepalanya ke atas membuat Ajabde tidak bisa mengalungkan kalung bunga tersebut di leher Pratap, semua orang tertawa melihat tingkah mereka, Ajabde mencoba kembali untuk mengalungkan Garland kedua kalinya kemudian Ratu Hansa meminta Pratap untuk menundukkan kepalanya dengan bahasa tubuhnya, Pratap menurutinya dengan menundukkan kepalanya sehingga Ajabde bisa mengalungkan Garland di lehernya, kemudian Pratap mengalungkan Garland di leher Ajabde, taburan bunga mulai di taburkan kearah mereka dari setiap sudut, Pratap mengatupkan kedua tangannya di depan dada, berterima kasih pada mereka semua dan mengucap syukur untuk pernikahannya ini sambil mengitari api suci itu bersama sama Ajabde 

Di kerajaan Mewar, Ratu Jaiwanta sedang membantu Ratu Veebha (Istri muda Raja Udai Singh) berdandan dengan sangat cantik, Ratu Veebha terus memandanginya dengan kagum, sementara itu Jagmal (anak Bhatyani) sedang bermain main pedang yang terbuat dari emas, saat itu Ratu Bhatyani sedang berdandan ala pria dengan sorban diatasnya, ketika Ratu Bhatyani melihat Jagmal sedang bermain main dengan pedang, Ratu Bhatyani memintanya tapi Jagmal menolak, Jagmal lari keluar kamar ibunya, Ratu Bhatyani mengejarnya hingga akhirnya Ratu Bhatyani bisa menangkap Jagmal “Jagmal, dengarkan ibu, kenapa kamu melakukan kesalahan pada saat yang tidak tepat ?” Ratu Bhatyani segera menutupi wajahnya kemudian membawa Jagmal pergi dari sana namun di tengah koridor Ratu Bhatyani berhenti ketika mendengar pembicaraan Ratu Jaiwanta dan Ratu Veebha di dalam kamar, kebetulan pintu kamar mereka terbuka, sehingga Ratu Bhatyani bisa mendengar dengan jelas, Ratu Veebha tahu kalau ini merupakan penghinaan baginya jika seseorang terus bertanya padanya ketika dirinya sedang dalam suasana hati yang tidak nyaman untuk menjawabnya “Semuanya cukup sekarang, kakak ,,, kamu telah membuat aku cemas sejak tadi pagi, kenapa kamu melakukan ini semua dan mendadani aku seperti seorang pengantin baru ketika pangeran Pratap dan putri Ajabde sedang menikah ? Apa maksudnya ini semua, kakak ? Tolong katakan padaku” Ratu Jaiwanta hanya tersenyum sambil mengambil sedikit Kajal (macam maskara bubuk yang untuk mata) kemudian menempelkannya di belakang telinga Ratu Veebha “Malam ini kamu akan mendapatkan hakmu sebagai seorang istri, aku telah mempersiapkan kamar ini buat kamu dan Rana Ji” tiba tiba pedang yang di pegang oleh Ratu Bhatyani jatuh dan menimbulkan suara yang keras, Ratu Jaiwanta dan Ratu Veebha kaget dan menoleh ke arah pintu dilihatnya Ratu Bhatyani sedang berdiri disana bersama Jagmal, kedua Ratu itu merasa heran begitu melihat Ratu Bhatyani berdandan seperti itu 

Di kerajaan Bijolia, pendeta sedang menerangkan tentang sumpah pernikahan pada Pratap, Pratap setuju untuk mematuhi semua sumpah tersebut. 

Di kerajaan Mewar, Ratu Bhatyani segera mengambil pedang yang jatuh tadi, Ratu Jaiwanta menyadari kalau pedang itu adalah pedang yang terbuat dari emas “Ratu Bhatyani, apakah itu pedang yang sama yang dibawa oleh Raja Mamrat Ji yang diberikan pada Pratap yang tiba tiba menghilang pada waktu hendak diadakan tilak ?” Ratu Bhatyani tidak punya pilihan lain, dia mengakui kalau itu adalah pedang yang diberikan Raja Mamrat Ji untuk Pratap “Sepertinya memang kelihatannya hanya ini satu satunya pedang itu tapi aku tidak tahu bagaimana bisa pedang ini ada ditanganku ?” kemudian Ratu Bhatyani malah menyalahkan Jagmal “Dia ini adalah alasan semua permasalahanku, kak ... Kita semua telah mencarinya kemana mana tapi aku tidak tahu dari mana dia mendapatkan pedang ini dan memberikannya padaku, aku fikir mungkin dia yang telah mencurinya” kedua Ratu itu tertegun, Ratu Veebha malah tidak percaya pada apa yang di ucapkan oleh Ratu Bhatyani “Bagaimana bisa kamu menyebut anakmu sendiri sebagai seorang pencuri, kak Bhatyani ?” Ratu Bhatyani kemudian berpura pura bersandiwara dan terus menyesali apa yang telah di perbuat oleh Jagmal, anaknya, Ratu Bhatyani mengingatkan pada kedua ratu itu tentang apa yang telah pendeta katakan tentang Jagmal “Dia ini bisa menjadi seorang pencuri ketika dia besar nanti” namun Ratu Jaiwanta tidak percaya dengan semua ucapan Ratu Bhatyani “Bagaimana bisa seorang anak yang masih kecil menjadi seorang pencuri ? Kamu juga tahu bukan kalau kata kata seorang pendeta itu hanyalah sebuah ramalan belaka, mereka bisa saja merubahnya, anak anak itu seperti pasir yang basah, mereka hanya belajar pada apa yang akan kita ajarkan pada mereka, jika kita mengajarkan kebaikan pada mereka maka semua hal hal yang negatif bisa kita kendalikan” Ratu Bhatyani hanya bisa terdiam mendengarkan ucapan Ratu Jaiwanta 

Di kerajaan Bijolia, sekarang saatnya Ajabde yang mengambil sumpah, akhirnya setelah semua selesai maka upacara pernikahan mereka berakhir sudah, semua orang menaburkan kelopak bunga dan memberikan selamat kepada kedua mempelai 

Di kerajaan Mewar, Ratu Bhatyani menegur Jagmal sangat keras dan memintanya untuk menjawab pertanyaannya, Ratu Bhatyani mengguncang guncang tubuh Jagmal dan mendorongnya dengan keras, namun Jagmal hanya diam saja, sementara Ratu Jaiwanta dan Ratu Veebha tidak suka dengan perbuatan Ratu Bhatyani pada anaknya, Ratu Jaiwanta segera menghentikan perbuatan Ratu Bhatyani “Aku tidak punya pilihan lain, kak ,,, lebih baik kamu yang mengurusi dia sekarang dan pedang ini juga !” Ratu Bhatyani langsung menyerahkan pedang itu ke Ratu Jaiwanta kemudian berlalu meninggalkan mereka namun Ratu Veebha menghentikannya “Kenapa kamu mengenakan pakaian seperti itu, kak Bhatyani ?” Ratu Jaiwanta juga merasa heran “Kenapa kamu berdandan seperti itu dan kenapa kamu membutuhkan sebuah pedang ? Pedang emas ini yang Jagmal berikan padamu ?” Ratu Bhatyani tidak mampu berkata kata apa apa lagi 

Di kerajaan Bijolia, kedua mempelai meminta restu pada Dewa Ganpati, kemudian mereka meminta restu pada para orang tua mereka berdua, Phool juga mengulurkan tangannya, Pratap tersenyum melihatnya dan berkata “Phool, apakah kamu juga ingin agar kami meminta restu padamu ?” Phool langsung terlihat kesal dan berkata pada Ajabde “Lihat Ajabde, seperti ini rupanya suamimu berbicara padaku ?” Ajabde kemudian mengatakan bagaimana keterlibatan Phool dalam pernikahannya ini sehingga bisa berjalan lancar seperti sekarang, Pratap setuju dengan hal tersebut, Phool kemudian menggoda Pratap yang dengan mudah langsung berkata setuju pada istrinya, semua orang tertawa senang, Phool juga sangat bahagia karena dia bisa memenuhi Sankalpnya (sumpah atau tugasnya), Phool kemudian memeluk Ajabde dan menangis haru 

Di kerajaan Mewar, Ratu Jaiwanta menunggu jawaban dari Ratu Bhatyani “Tidak ada seorangpun yang akan mengenali kamu dengan caramu seperti ini, orang orang itu merubah penampilan mereka ketika mereka akan melakukan sesuatu dari suatu alasan yang ingin mereka sembunyikan, mereka ingin menyelamatkan diri mereka sendiri, kamu sudah sangat yakin untuk melakukan sesuatu seperti itu, oleh karena itulah kamu tidak berfikir dua kali sebelum melukai perasaan Jagmal” ujar Ratu Jaiwanta penuh selidik “Jika kita berpakaian layaknya seorang pria, apakah itu alasannya karena kita hendak melakukan aksi mata mata ? Aterjaga pakah tidak ada alasan yang lain ? Aku ingin bergabung dalam sebuah perayaan hiburan, apakah kamu lupa dengan ritual para ibu, ketika seluruh keluarga sepanjang malam dan melakukan berbagai macam permainan atau sandiwara, mereka tidak tertidur, ada musik, tarian dan hiburan yang terus diadakan, aku fikir aku berpakaian layaknya seorang pria seperti ini dan berakting sebagai pangeran Pratap, makanya aku membutuhkan sebuah pedang dan aku meminta Jagmal untuk mengambil satu pedang buatku, aku tidak tahu kalau dia mendapatkan pedang itu” Ratu Veebha merasa heran dan sepertinya dirinya belum pernah mendengar ada permainan seperti itu 

“Lebih baik kamu diam saja, Ratu Veebha karena kamu ini masih baru di istana ini dan belum tahu apa apa tentang tradisi kepangeranan seperti ini, kamu ini kan keturunan Samant, kamu akan mengetahuinya nanti tapi kak Jaiwanta tahu semuanya, bukan begitu, kak ?” Ratu Jaiwanta sepakat kalau ada beberapa ritual tapi belum tentu ritual yang disebutkan oleh Ratu Bhatyani “Itu karena tidak ada perencanaan untuk hal semacam itu, aku hanya heran bagaimana kamu berfikir seperti itu ?” sindir Ratu Jaiwanta, Ratu Bhatyani kembali bersikeras kalau dirinya ingin mengambil bagian dalam permainan itu tapi Ratu Jaiwanta mengabaikan ucapannya “Wajah kamu sebenarnya telah ketahuan sebelum kami menanyakannya sehingga kamu tidak perlu menyamarkan diri kamu sebagai orang lain, belajarlah untuk hidup dengan putri Samant karena salah satu anak perempuan Samant adalah istri Raja Mewar dan putri Samant yang lain datang kesini sebagai istri Raja masa depanmu, kita harus hidup bersama mereka” Ratu Bhatyani langsung pucat pasi namun tidak di lihatkan di depan mereka ketika mendengar ucapan Ratu Jaiwanta yang sedikit menohok, Ratu Bhatyani segera menggandeng Jagmal dan berlalu dari kamar itu dengan perasaan kesal 

Di kerajaan Bijolia, Pratap, Ajabde dan semua orang memasuki sebuah ruangan dimana mereka berdua akan sendirian untuk sementara waktu sebagai salah satu ritual yang harus mereka jalani setelah menikah, Ajabde duduk di sebelah kiri Pratap, Raja Udai Singh mencoba mengganggu mereka berdua “Ayah ingin bertanya sesuatu pada Pratap sebelum kita semua keluar, apakah kamu tahu secara logika mengapa Ajabde harus duduk di sebelah kiri kamu ?” mereka semua tertawa dengan tatapan heran Pratap, semua orang senang dengan kejadian yang lucu itu tapi tidak bagi Ajabde karena Pratap juga mereka reka jawaban itu dan juga bertanya pada Ajabde kalau tahu jawabannya, semua orang tertawa senang 

Di kerajaan Mewar, Ratu Bhatyani membawa Jagmal ke dalam kamarnya, Ratu Bhatyani menangis dan duduk bersimpuh di depan Jagmal sambil meminta maaf pada anaknya itu karena telah berlaku kasar padanya “Maafkan ibu, nak ... hari ini ibu telah melukai kamu, ini untuk yang terakhir kalinya, kamu tahu ibu lebih terluka daripada kamu karena hal ini, maafkan ibu, sayang ,,, ibu janji padamu kalau hal ini tidak akan pernah terulang lagi” ujar Ratu Bhatyani sambil mencium kedua tangan Jagmal dan menyeka air matanya sendiri, sementara Jagmal hanya terdiam melihat ibunya seperti itu 

Di kerajaan Bijolia, Pratap meminta tolong pada Ajabde “Ajabde, aku ini suamimu, saat ini adalah dharmamu untuk mendukung aku dalam setiap permasalahan yang ada” saat itu Raja Udai Singh bisa membaca apa yang terjadi diantara Pratap dan Ajabde “Ajabde, kamu seharusnya tidak membantu dia dalam keadaan apapun karena dia sendiri bilang kalau dia tahu jawabannya” Pratap hanya bisa terdiam, Ajabde bisa melihat hal ini kemudian menepuk nepuk bahu Pratap seolah olah sedang membersihkan kotoran di bahu Pratap, Pratap merasa heran kenapa Ajabde malah memukulinya “Ini bukan memukuli tapi aku berusaha menyingkirkan serangga yang ada di bahumu tadi, untung saja aku melihatnya, kalau tidak serangga itu bisa menggigit kamu” Pratap segera menyentuh pundaknya sendiri, semua orang tersenyum senang melihatnya, tiba tiba Pratap mendapatkan jawaban itu “Jantungku kan ada di sebelah kiri dan berdetak 24 kali 7, itulah yang membuatku hidup, alasannya pasti berhubungan dengan itu” Raja Udai Singh senang dengan jawaban Pratap, Ratu Hansa Bai kemudian menambahkan “Ajabde akan menjaga kamu sama seperti jantungmu yang berdetak sebanyak 24 kali 7, itulah mengapa dia harus duduk di sebelah kirimu, pangeran Pratap” Pratap dan Ajabde akhirnya mengerti, kemudian Raja Udai Singh meminta semua orang untuk keluar meninggalkan mereka berdua, Ajabde dan Pratap segera duduk di singgasana mereka berdua, begitu semua tamu meninggalkan mereka berdua. SINOPSIS MAHAPUTRA episode 281 by. Sally Diandra
Bagikan :
Back To Top