SINOPSIS MAHAPUTRA episode 80 (7 Oktober 2013)
Di sebuah desa tempat tinggal Pratap, saat itu Pratap sedang makan ladu bareng Chakrapani, sahabatnya “Chakrapani, apakah kamu jadi pergi menemui ibuku ?” tanya Pratap penasaran “Iya, tentu saja ,,, ibumu ingin tahu tentang keadaanmu, Pratap ,,, ibu juga kelihatannya sangat lemah saat ini” ujar Chakrapani
Di istana Mewar, Ratu Jaiwanta sedang menyiapkan piring aarti untuk melakukan persembahan pada Dewa, saat itu para pelayan sedang menemani Ratu Jaiwanta termasuk pelayan setia Ratu Jaiwanta, Girija “Maharani Jaiwanta, seorang ibu pada umumnya mendoakan untuk ketenaran anak anak mereka, tapi kamu ini satu satunya ibu yang berdoa agar anaknya tidak terkenal, ada apa kamu ini ?” pelayan setia Ratu Jaiwanta, Girja Dai merasa heran dengan apa yang dilakukan oleh majikannya ini “Aku hanya ingin anakku hidup dengan tenang dan aku juga ingin melindungi dia dari konspirasi yang dibuat oleh Maharani Bhatyani, ketenarannya tidak akan pernah diraih oleh Maharani Bhatyani, oleh karena itu aku tidak punya pilihan lain selain berdoa untuk kehidupannya sebagai orang biasa” ujar Ratu Jaiwanta sedih
Di rumah Pratap, Pratap dan Chakrapani masih ngobrol berdua “Chakrapani, apakah kamu mengatakan pada ibuku tentang harimau yang menyerang desa ini ?” tanya Pratap “Iya, aku menceritakan semuanya pada Maharani Jaiwanta” Pratap terkejut “Kamu seharusnya tidak menceritkan hal itu pada ibuku, saat ini pasti ibuku akan sangat khawatir” ujar Pratap “Dia tidak mengkhawatirkan soal harimau itu, Pratap ,,, tapi ibumu mengkhawatirkan soal yang lain” Pratap terkejut “Apa ? Katakan padaku, Chakrapani ,,, apa yang terjadi ? Apa yang ibuku khawatirkan ? Aku yakin pasti ada sebuah alasan yang besar dibalik semua ini, dibalik pengasinganku dari istana” saat itu Chakrapani teringat ucapan Ratu Jaiwanta kalau dirinya merasa khawatir pada Ratu Bhatyani “Cobalah ingat ingat, Chakrapani ,,, apa yang ibuku katakan padamu ?” ujar Pratap sambil mengunjang gunjangkan tubuh Chakrapani “Iya iya aku ingat, ibumu mengatakan kalau beliau tidak khawatir soal harimau itu tapi ibu khawatir soal ,,,” belum juga Chakrapani menyelesaikan kalimatnya, tiba tiba dari arah luar Pratap mendengar derap kuda dan sorakan orang orang yang mengelukan sebuah nama “Hidup Yang Mulia Raja Jalalludin Muhammad ! Hidup Yang Mulia Raja Jalalludin Muhammad ! Hidup Yang Mulia Raja Jalalludin Muhammad !”
Pratap merasa penasaran dengan apa yang terjadi diluar sana.
Saat itu Bhairam Khan dan pasukan kecilnya sedang melewati rumah Pratap, pasukannya mengelu elukan nama Jalal, Pratap dan Chakrapani segera keluar rumah untuk melihat ada apakah gerangan diluar sana, dilihat bendera Mughal berkibar kibar di bawa oleh segerombol pasukan “Kabarnya sebagian raja raja telah menyerahkan kerajaan mereka ke Mughal, Pratap” ujar Chakrapani “Mereka mungkin bisa memilikinya tapi tidak dengan Rajputana, ayahku pasti tidak akan pernah mengijinkan Mughal memasuki ruang sidangnya !” ujar Pratap optimis
Di benteng Chittor, Ravatji berusaha membujuk Maharaja Udai Singh untuk menyambut Bhairam Khan yang sebentar lagi akan datang ke benteng Chittor, saat itu Maharaja Udai Singh menolaknya tapi Ravatji berusaha meyakinkan rajanya itu “Maharaja, itu akan menjadi pendekatan politik yang salah pada saat ini kalau kamu tidak menyambutnya, bagaimanapun juga Bhairam Khan adalah pembimbingnya Jalal dan dia memerintah separuh dari kekuasaan Jalal” ujar Ravatji “Dia itu bukan raja maka kenapa aku harus menyambutnya ?” Maharaja Udai Singh tetap bersikeras tidak mau menerima Bhairam Khan “Mughal sangat berkuasa dan kuat dan tidak ada alasan bagi kita untuk membuat permusuhan dengan mereka” ujar Ravatji, Ravatji kemudian mengingatkan Maharaja Udai Singh pada apa yang telah Jalal lakukan pada Raja Hemu, Ravatji juga mengingatkan Maharaja Udai Singh kalau dirinya adalah seorang politikus dan tidak seharusnya hal ini diabaikan begitu saja, Maharaja Udai Singh akhirnya dengan terpaksa setuju untuk menyambut kedatangan Bhairam Khan, mengingat kunjungan ini adalah kunjungan persahabatan
Sementara itu Pratap dan Chakrapani sedang berdiri di atas bukit dan melihat ke bawah ke benteng Chittor tepat di depan pintu gerbang benteng dimana pada saat itu Bhairam Khan dan pasukannya sedang menunggu disana diatas kudanya, tak lama kemudian pintu gerbang benteng terbuka, Ravatji dan beberapa petinggi Mewar menyambut Bhairam Khan dan mengundangnya untuk masuk kedalam benteng, Pratap sangat terkejut “Kenapa paman Ravatji mau menemui dia ? Kenapa dia disuruh masuk ?” ujar Chakrapani heran, saat itu Pratap sedikit kesal melihatnya, ketika melihat salah satu utusan Mughal itu diminta untuk masuk menemui ayahnya, Pratap hendak turun kebawah untuk mencari tahu tapi Chakrapani mencegahnya agar Pratap tidak membuat masalah, akhirnya Pratap menuruti ucapan Chakrapani dan menunggu orang itu di luar.
Di ruang sidang kerajaan Mewar, Bhairam Khan memasuki ruang sidang bersama sama dengan Ravatji dan para petinggi Mewar lainnya, Maharaja Udai Singh menyambut kedatangan Bhairam Khan dengan tatapan tegang dan tidak bersahabat “Maharaja Udai Singh, seharusnya kamu datang di pintu gerbang tadi untuk menyambutku tapi itu tidak jadi masalah, aku pasti akan mendapatkan kesempatan yang lain” ujar Bhairam Khan “Peraturan protokol kami hanya untuk seorang Raja yang mendapatkan penyambutan resmi bukan seorang utusan Raja, Bhairam Khan !” ujar Maharaja Udai Singh sengit “Aku akan menjadi Raja, Maharaja Udai Singh ,,, dan aku yakin kamu pasti akan sangat bersemangat untuk bertemu denganku nanti, kali ini aku membawa sebuah pesan dari Yang Mulia Jalalludin Muhammad ! Apakah aku diijinkan untuk membacanya ?” tanya Bhairam Khan sambil membuka sebuah surat di tangannya “Silahkan anda baca !” ujar Maharaja Udai Singh
Sementara itu Pratap masih bingung karena utusan dari Mughal itu diperbolehkan memasuki benteng ayahnya.
Didalam ruang sidang kerajaan Mewar, Bhairam Khan mulai membaca pesan dari Jalal “Yang Mulia Raja Jalalludin Muhammad sekarang adalah kaisar Mughal, aku telah mendengar banyak cerita tentang Rajputana dan keberanian yang kalian miliki, aku sangat berharap kalau kita tidak pernah bertemu di medan pertempuran karena itu akan sangat disayangkan dengan merusak ras yang sangat mempunyai keberanian yang cukup besar, jadi aku ingin menawarkan sebuah persahabatan ke pada anda, jika anda menerima bendera kami maka anda dan rakyat anda akan aman” begitu isi surat tersebut “Pada intinya kami menginginkan perdamaian dan kami berharap Maharaja Udai Singh juga bisa menerima perdamaian dari kami” ujar Bhairam Khan lagi sambil melipat suratnya “Kami juga mempunyai sebuah pesan untuk rajamu, katakan padanya kalau dia hanyalah seorang anak kecil dan jagalah perangainya ketika berada di sebuah tempat yang terbakar karena bisa bisa nanti tangannyalah yang terbakar, kali ini saatnya untuk dia mendengarkan lagu pengantar tidur” ujar Maharaja Udai Singh dengan nada marah “Ada baiknya kalau kamu bertemu dengan rajaku sekali saja, Maharaja ,,, kami tidak meragukan keberanian kamu tapi janganlah buat kesalahan dengan menganggap Jalal tidak serius, aku yakin kamu tidak ingin bertemu dengannya di medan perang” ujar Bhairam Khan sinis
Maharaja Udai Singh sangat marah hingga berdiri dan menyebut nama Bhairam Khan dengan keras “Bairam Khaaaaan !!!!” Bhairam Khan segera mengulurkan tangannya “Kamu ini cuma seorang utusan, jadi lebih baik kamu pergi dari sini dan segera kembali ke Delhi !” ujar Maharaja Udai Singh “Aku memang sedang terburu buru tapi bagaimana bisa aku pergi dengan tangan kosong ke Delhi jika Jalal menanyakan apa yang aku bawa untuknya maka aku harus bilang apa ?” ujar Bhairam Khan, kemudian Maharaja Udai Singh menyuruh Ravatji untuk memberikan hadiah sepiring koin emas dan beberapa emas batangan, Ravatji segera menghampiri Bhairam Khan dengan membawa hadiah yang seperti dikatakan oleh Maharaja Udai Singh namun Bhairam Khan mengejek pemberian Maharaja Udai Singh “Hadiah ini sangat kecil jika dibandingkan dengan betapa pentingnya Maharaja Udai Singh tapi itu tidak menjadi masalah, aku akan menerimanya sebagai tanda perdamaian” tak lama kemudian Bhairam Khan meninggalkan ruang sidang kerajaan Mewar dengan perasaan kesal, dalam perjalanan menuju ke pintu gerbang depan, ucapan Maharaja Udai Singh masih terngiang ngiang di telinga Bhairam Khan.
Dari atas bukit Pratap masih memperhatikan mereka dari kejauhan, Pratap melihat Bhairam Khan keluar dari benteng Chittor sambil membawa sepiring emas, tiba tiba piring yang berisi emas itu di lemparkan oleh Bhairam Khan ke atas hingga berhamburan semua emas emasnya terbang di udara, Bhairam Khan sangat marah dengan perlakuan Maharaja Udai Sing, Pratap tertegun melihatnya.