SINOPSIS MAHAPUTRA episode 77 (1 Oktober 2013)
Setelah berhasil membunuh Raja Hemu dan mengusir pasukannya dari Delhi, Raja Jalalludin Muhammad yang masih sangat muda memasuki kota Delhi bersama pasukannya yang besar dan mengumumkan kedatangannya di Darbar. Jalal berjalan dengan gagah berani menuju ke singgasananya dimana para petinggi petinggi ulama Islam sudah berdiri disana kemudian mengumumkan Jalal menjadi Shahenshah / Yang Mulia dari kekaisaran Mughal kemudian Jalal menyambut tahtanya dengan duduk di singgasananya. Sementara itu di sisi yang lain nampak Pratap sedang membuat persiapan untuk makanannya pagi itu, Pratap sedang meremas adonan yang cukup keras dan mencobanya untuk menjadikan adonan itu jadi halus, sungguh suatu pemandangan yang cukup kontras diantara keduanya, dimana nasib telah telah membuatnya berlaku untuk lebih berani dan mempunyai kekuatan lebih pada musuh musuh pada masa itu, dimana yang satu menjadi seorang kaisar karena kematian ayahnya dan yang lainnya karena kehendak dan jasanya mendapatkan hukuman dari ayahnya.
Sementara di kerajaan Mewar, nampak Ratu Jaiwanta sedang duduk sambil tertidur di atas bale bale dan tiba tiba Ratu Jaiwanta berteriak memanggil Pratap “Praaaaataaaapppppp !!!!” tak ayal semua orang yang mendengarnya segera berhamburan berlari menuju ke arahnya dan berusaha menenangkan Ratu Jaiwanta yang bertanya tentang keberadaan Pratap “Maharani Jaiwanta, pangeran Pratap sudah tidak ada lagi di istana ini” ujar Ratu Sajja Bai dengan nada sedih “Bagaimana bisa kamu setuju untuk mengirimkan Pratap pergi dari istana ini dan tidak protes melawan keputusan tersebut, kak ?” ujar Ratu Sajja Bai masih dalam keadaan perasaan sedih “Aku tahu semua ini dilakukan oleh Maharani Bhantyani karena seluruh orang di istana ini mengatakan hal yang sama” ujar Ratu Jaiwanta yang kemudian berlalu dari tempat itu dengan diam membisu
Di kamar pribadi Maharaja Udai Singh, Maharaja Udai Singh sedang berdiskusi dengan Ravatji sambil melihat peta yang terbentang di depan mereka, mereka berdua sedang membahas tentang jarak yang membentang antara Delhi dan Mewar serta adanya beberapa kerajaan kerajaan kecil diantara mereka, baik yang merupakan musuh atau sekutu, pada saat yang bersamaan salah seorang prajurit mengabarkan kalau Ratu Bhatyani hendak bertemu dengan Maharaja Udai Singh untuk menyampaikan sesuatu, Maharaja Udai Singh dan Ravatji saling berpandang pandangan “Ravatji, kadang aku percaya kalau aku mengusir Pratap pergi dari istana ini karena Ratu Bhatyani” ujar Maharaja Udai Singh “Aku hanya tahu kalau pangeran Pratap tidak ada di dalam istana ini, Maharaja ,,, dan dia telah dinobatkan sebagai raja masa depan” ujar Ravatji tepat pada saat itu Ratu Bhatyani sudah ada didepan pintu kamar pribadi Maharaja Udai Singh, Ravatji segera berlalu dari sana dan ketika berpapasan dengan Ratu Bhatyani di pintu, Ravatji memberikan salam pada Ratu Bhatyani, Ratu Bhatyani menundukkan kepalanya sambil menutup dupattanya dan membalas salam Ravatji.
Tak lama kemudian Ratu Bhatyani memasuki ruangan Maharaja Udai Singh “Maharaja Udai Singh, tidak ada bedanya dirinya dengan apa yang semua orang katakan, yang terpenting adalah Maharaja Udai Singh dan aku bisa berbuat apapun untukmu” ujar Ratu Bhatyani sedih “Aku datang kesini untuk mengatakan kalau kak Jaiwanta tidak mau makan apapun, seharusnya Maharaja menemuinya dan bicara dengannya” Maharaja Udai Singh segera memeluk Ratu Bhatyani erat sambil berkata “Kamu memang seorang wanita yang mengagumkan yang sangat peduli dan mencintai orang lain” ujar Maharaja Udai Singh tulus, sementara Ratu Bhatyani tersenyum licik dalam pelukan Maharaja Udai Singh
Di kamar Ratu Jaiwanta, saat itu Ratu Jaiwanta sedang melamun memikirkan Pratap, sementara piring makanannya masih utuh, tidak di sentuhnya sedikitpun, Girija, pelayan setia Ratu Jaiwanta sangat mengkhawatirkan kondisi Ratu Jaiwanta yang mulai berubah sejak kepergian Pratap, Ratu Jaiwanta kemudian mendekati jendela kamarnya dan melihat kejauhan saat itu Maharaja Udai Singh memasuki kamarnya dan mengucapkan sesuatu yang cukup keras pada Ratu Jaiwanta, Maharaja Udai Singh memberitahu istrinya itu untuk makan dan tidak mempermalukan dirinya lebih jauh lagi, akhirnya Ratu Jaiwanta dengan terpaksa menyetujui ucapan suaminya dengan linangan airmata, Girija yang ada disana mendengarkan semua pembicaraan mereka merasa sedih dan prihatin.
Pratap masuk ke dalam hutan untuk mencari kayu kayu kering untuk keperluan memasak, karena kayu kayu bakarnya yang telah basah tidak bisa dia gunakan lagi, tanpa sengaja ketika Pratap mencuci sayuran, air bekas cucian sayur itu mengenai kayu bakar yang telah disiapkannya, pada saat itu Prapat merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya tapi ketika dipanggilnya dan dicarinya dimana mana, Pratap tidak menemukan siapapun disana, akhirnya Pratap kembali ke rumahnya dan mulai memasak, tepat pada saat itu temannya yang bernama Chakrapani datang mengunjunginya dan mengundangnya untuk datang kerumah, untuk makan malam bersama keluarganya, Pratap sangat antusias sekali, namun Pratap teringat kata kata ayahnya ketika memberikan hukuman padanya, juga ucapan ibunya yang menolaknya untuk ikut bersama dengan dirinya, akhirnya Pratap menolak undangan Chakrapani.
Sementara itu di Delhi, malam itu Jalal sedang melihat lihat semua kekayaan dan harta benda yang diwariskan oleh ayahnya, Raja Humayun pada dirinya, tepat pada saat itu Maham Angga menemui anak asuhnya ini “Jalal ,,,” Jalal segera berbalik sambil menyeringai senang “Ibu, lihat ! Apa yang telah ayah wariskan padaku, lihat ini !” ujar Jalal riang dengan kedua bola matanya yang berbinar terang, Maham Angga hanya tersenyum melihat kegembiraan di wajah Jalal, Maham Angga kemudian memberikan sebuah surat dari Raja Humayun untuk Jalal, Jalal membuka surat tersebut namun dirinya merasa menyesal karena dia tidak pernah mendengarkan ucapan ayahnya untuk belajar membaca dan menulis, Jalal tidak bisa melakukan kedua duanya, akhirnya Maham Angga membacakan surat Raja Humayun itu di depan Jalal. Dalam surat itu menyebutkan bahwa Raja Humayun mempunyai impian dan ini merupakan satu satunya impian untuk menguasai seluruh negeri Hindustan dan ini hanya akan mungkin terjadi jika Rajputana dikalahkan dan ditaklukkan oleh pasukan Mughal.
Begitu Maham Angga selesai membaca surat itu, Jalal segera mengambilnya dan memegangnya erat sambil bersumpah kalau dirinya akan memenuhi impian ayahnya, Maham Angga sangat senang dan bangga mendengar hal ini.