SINOPSIS MOHABBATEIN episode 495 “HIDUP RAMAN TINGGAL SEBULAN ?” by. Sally Diandra
Di Mumbai, Raman sangat marah dan menceritakan semuanya ke kedua orangtuanya tentang Shagun “Ishita, kamu harus melakukan seperti yang Raman katakan, kamu harus menjaga anak anak, biarkan saja Shagun melakukan apapun disini”, “Kalau begitu besok pagi, kita semua pulang ke Delhi” ujar Raman, Ruhi mendengar pembicaraan mereka dan merasa sedih, tuan Bhalla kemudian meminta semua orang untuk bersiap siap karena mereka harus melakukan pengenalan kantornya Raman, Romi membantahnya dan berkata “Aku telah melakukan semua persiapannya” ujar Romi
Tak lama kemudian seluruh keluarga Bhalla sudah datang di kantor baru Raman, Rinki sangat menyukai ruang kerja Mihir, Mihir meminta Rinki untuk ikut dengannya melakukan pemujaan, saat itu Raman dan Ishita sudah duduk dan melakukan pemujaan bersama sama yang lain “Ishita, bagaimana kabar Adi ?”, “Dia bersama kak Vandu, jangan khawatir” ujar Ishita, saat itu Raman bersin bersin dan mereka semua mulai melakukan pemujaan, saat itu Rinki mendapat telfon dari temannya “Apa ? Kamu ada di India ?” tanya Rinki penasaran, Rinki kemudian memberitahu Mihir kalau temannya yang dari Australia datang ke India dan dia ingin menemui mereka, Mihie mengijinkan Rinki pergi, tuan Bhalla langsung menegur Mihir “Mihir, seharusnya Rinki melakukan pemujaan dulu sampai selesai” ujar tuan Bhalla, Ishita dan Raman masih melakukan pemujaan, Raman kembali bersin bersin hingga lampu minyak diyanya pun mati, nyonya Bhalla sangat khawatir karena itu merupakan pertanda buruk “Aku sedang pilek, ibu” ujar Raman, Ishita lalu menyalakan lampu minyak diya lagi
Akhirnya mereka pulang kerumah, Ishita menunjukkan hadiah untuk bayinya Vandu, Vandu dan Mihika, Ishita menceritakan tentang semua orang yang datang ke Mumbai “Lalu apakah kamu sempat melakukan sesuatu yang aku jelaskan padamu untuk membuat suasananya menjadi romantis ?” tanya Vandu sambil memberikan beberapa tips untuk Ishita, Ishita malah tertawa terbahak bahak “Kakak, saat ini Raman dan Mihir sedang pergi ke pertemuan penting, nanti aku akan memberitahu Raman tentang hal itu kalau dia sudah pulang, oke ?” Ishita kemudian berlalu dari rumah keluarga Iyer
Mihir pulang ke rumah dan merasa lelah sekali, saat itu dia mendapatkan sms tagihan kartu kreditnya “Mungkin ini belanjaannya Rinki” ujar Mihir, namun kemudian Mihir mendapatkan banyak sms yang lain yang berkaitan dengan tagihan kartu kreditnya, Mihir merasa heran “Ada apa dengan, Rinki ? Kenapa begitu banyak tagihan seperti ini ?” Mihir segea menelfon Rinki, Mihir menanyakan tentang belanjaannya “Tenang, santai saja, Mihir ,,, kamu ini sekarang kan seorang CEO, jadi aku harus menunjukkannya didepan teman temanku, aku nanti akan pulang terlambat”, “Aku lapar, Rinki ,,, juga capek, cepatlah pulang, kita akan makan malam dengan beberapa kolegaku nanti, sebenarnya aku juga tidak mau” ujar Mihir “Lebih baik kamu pergi saja ke rumah keluargaku, kamu kan suka sama makanan buatannya kak Ishita, kamu bisa makan disana” ujar Rinki kemudian mengakhiri telfonnya “Lebih baik aku pergi ke rumah Raman saja” ujar Mihir
Raman sedang ngobrol dengan Pathak melalui telfon “Raman, aku sudah mengisi formulir untuk mengadopsi Rohit, tapi mereka membutuhkan surat nikah Romi dan Sarika”, “Mereka akan menikah dalam 10 hari kedepan, itu tidak akan menjadi masalah” ujar Raman “Lalu bagaimana dengan kesehatanmu, Raman ?”, “Aku terkena pillek dan aku sedang mengecek apa penyakitku ini di internet, sepertinya aku menderita penyakit yang sangat gawat dengan gejala gejalanya, aku bakal mati, Pathak” saat itu Ishita datang menghampiri Raman, Raman segera memberitahu Ishita “Ishita, menurut website ini, aku akan mati sebentar lagi”, “Omong kosong apa ini ?” ujar Ishita sambil menutup laptopnya Raman “Raman, kamu ini harus memeriksakan dirimu ke dokter” ujar Ishita, Ishita lalu menelfon dokter dan minta dokter mengirimkan pegawainya untuk melakukan test darah untuk Raman, setelah itu Ishita meminta Raman untuk istirahat
Tak lama kemudian, Raman sangat tegang dan panik begitu melihat test darah untuknya akan segera dilakukan, Raman sangat takut begitu melihat jarum suntik, Romi berusaha mengalihkan perhatiannya sambil mengajaknya bicara soal liga permainan kabaddi yang sedang diselenggarakan saat ini, saat itu Mihir bergabung bersama mereka sambil menikmati makanan disana, Mihir bohong pada mereka kalau Rinki sudah pulang sambil mengambil bekal makanan untuk Rinki, ketika sampai diluar, Mihir bertemu dengan Mihika, mereka berdua lalu ngobrol bersama, Mihika bisa mengerti kalau sebenarnya Mihir tidak nyaman kalau harus membawa bekal makanan dari rumah Raman “Rinki sedang sibuk dengan teman temannya”, “Kamu harus bicara dengan Rinki, Mihir ,,, dan katakan bagaimana perasaanmu” pinta Mihika “Aku juga sangat bosan dengan sikapku yang sok menjadi pria yang baik, aku akan mengatakannya pada Rinki, tentang apa yang ada di dalam hatiku” ujar Mihir, kemudian Mihir berlalu dari sana
Raman bertemu dengan dokter untuk mengetahui hasil laporan test darahnya “Tuan Raman, anda baik baik saja dan tidak ada yang harus dikhawatirkan, aku akan mengantar hasil laporannya sore nanti ke rumah anda” Raman merasa lega setelah mendengar penjelasan dokter, kemudian Raman keluar dan bicara dengan Mihir, Raman kemudian bergegas mengambil resep obatnya, sementara itu dokter sedang mengecek laporan hasil test kesehatan tuan Mehra dan sedang bicara dengan seseorang, Raman rupanya salah paham, Raman mengira kalau dirinya menderita penyakit langka dan pasien biasanya tidak mengalami gejala seperti demam dan dingin “Istrinya adalah seorang dokter, bagaimana caranya mengatakan padanya kalau hidupnya tinggal satu bulan lagi ? Aku akan mengatakannya pada keluarganya malam ini” Raman mendengar pembicaraan mereka dan meminta obatnya “Berapa lama lagi ?” tanya Raman “Dua atau tiga hari lagi, jangan khawatir, periode kehidupan tidak bisa dipercaya akhir akhir ini” ujar dokter, Raman sangat sedih dan bergegas keluar dari sana “Aku harus mencari tahu tentang penyakit ini” bathin Raman cemas
SINOPSIS MOHABBATEIN episode 496 by. Sally Diandra