SINOPSIS MAHAPUTRA episode 298 (20 Oktober 2014) by. Sally Diandra
Di perbatasan Bijolia, Pratap dan Chakrapani akhirnya sampai juga di perbatasan Bijolia, dari kejauhan mereka melihat ada penjagaan yang cukup ketat yang dilakukan oleh prajurit Bijolia “Aku yakin, gadis petarung itu yang melakukan hal ini, pangeran” ujar Chakrapani cemas “Aku harus bisa memasuki Bijolia bagaimanapun caranya” ujar Pratap penuh waspada sambil memperhatikan para prajurit yang sedang berjaga “Pangeran Pratap, aku tidak ingin mati di daerah mertuaku” Pratap menatapnya tajam “Ini sudah lama sekali, Chakrapani ,,, kamu tidak juga menggunakan pengetahuanmu !” Chakrapani memandangi wajah Pratap dengan penuh perhatian “Pangeran, pikiran dan hatimu selalu bicara mengenai perang, sepertinya ada sebuah keragu raguan, kamu bilang kamu ingin mengetahui permasalahan yang mendasar di Bijolia kan ?”, “Kamu mengatakan apa yang kamu tahu, Chakrapani” Chakrapani kemudian membicarakan tentang sebuah mimpi dimana Pratap terlihat kemarin malam “Kamu sedang terperangkap dalam sebuah kesedihan dan penderitaan, kamu mencoba untuk keluar dari permasalahan ini namun tidak ada satupun yang menolong kamu” Pratap kemudian juga memikirkan mimpinya sendiri “Aku bangga dengan kemampuanmu, Chakrapani ,,, itu artinya kamu akan membawa aku masuk ke Bijolia” ujar Pratap senang
Di kerajaan Bijolia, Ratu Hansa Bai mencoba mengajak Ajabde ngobrol tentang Pratap “Ajabde, kamu harus bisa menghadapi mereka dengan berani, seseorang yang telah melukai perasaanmu dan yang telah menghina kamu tanpa alasan yang jelas, jangan pikirkan masa lalu kamu, berubahlah ! Jika Maharana Udai Singh mengirimkan mata matanya ke Bijolia maka untuk menenangkan kami maka kamu seharusnya juga melupakan masalahmu pribadi dan ikatan Mewar dengan Bijolia, biarkan kami mencoba untuk bergabung dengan daerah yang lain” Fatta dan kaki tangan Ajabde mendukung usulan Ratu Hansa Bai “Kita tidak akan mentoleransi ketidakadilan lagi, Ajabde !”
Para penjaga perbatasan langsung menghentikan Pratap dan Chakrapani ketika mereka hendak memasuki Bijolia “Mana kartu identitas kalian !” bentak salah seorang penjaga, Pratap menyarankan pada mereka untuk berfikir tentang mereka karena mereka adalah telik sandi mereka “Kami datang kesini untuk melihat apa masalah kalian dan kami akan membantu kalian”, “Kamu ini pasti gila !” ujar penjaga “Pandit Ji (Chakrapani), coba katakan pada mereka tentang permasalahan mereka” Chakrapani langsung menebak permasalahan mereka dengan benar
Dikerajaan Bijolia, Ajabde akhirnya setuju untuk bertarung dengan Mewar, dengan begitu mereka bisa membuat Bijolia menjadi sebuah daerah yang bebas “Aku mengambil keputusan ini hanya untuk Bijolia, aku adalah anak Bijolia dan aku tidak akan pernah berfikir buruk tentang Bijolia, aku memiliki beberapa kondisi” pada saat yang bersamaan semua penjaga akhirnya duduk di sekitar Pratap dan Chakrapani, mereka mencoba mengutarakan tentang perasaan mereka satu per satu pada Chakrapani, Chakrapani memberikan solusi pada sebagian besar dari mereka, tak lama kemudian Pratap ingin beristirahat terlebih dahulu, para penjaga itu malah mengundang Pratap sebagai tamu mereka “Temanku akan pergi bersamaku” ujar Chakrapani, kemudian mereka menanyakan lagi surat identitas diri mereka “Kamu ini tolol sekali !” ujar Chakrapani lantang “Tombakmu ini akan berubah menjadi daun !” para penjaga itu hanya tersenyum dan tidak percaya pada mereka berdua “Tidak ada yang bahkan bisa membengkokkan tombak kami seperti itu karena tombak ini dibuat dengan menggunakan campuran tembaga yang spesial” Pratap kemudian menerima tantangan tersebut, Pratap melihat kearah tombak tersebut secara dekat
Dikerajaan Bijolia, Ajabde akhirnya setuju untuk bertarung dengan Mewar, dengan begitu mereka bisa membuat Bijolia menjadi sebuah daerah yang bebas “Aku mengambil keputusan ini hanya untuk Bijolia, aku adalah anak Bijolia dan aku tidak akan pernah berfikir buruk tentang Bijolia, aku memiliki beberapa kondisi” pada saat yang bersamaan semua penjaga akhirnya duduk di sekitar Pratap dan Chakrapani, mereka mencoba mengutarakan tentang perasaan mereka satu per satu pada Chakrapani, Chakrapani memberikan solusi pada sebagian besar dari mereka, tak lama kemudian Pratap ingin beristirahat terlebih dahulu, para penjaga itu malah mengundang Pratap sebagai tamu mereka “Temanku akan pergi bersamaku” ujar Chakrapani, kemudian mereka menanyakan lagi surat identitas diri mereka “Kamu ini tolol sekali !” ujar Chakrapani lantang “Tombakmu ini akan berubah menjadi daun !” para penjaga itu hanya tersenyum dan tidak percaya pada mereka berdua “Tidak ada yang bahkan bisa membengkokkan tombak kami seperti itu karena tombak ini dibuat dengan menggunakan campuran tembaga yang spesial” Pratap kemudian menerima tantangan tersebut, Pratap melihat kearah tombak tersebut secara dekat
Di kerajaan Bijolia, Ajabde, Ratu Hansa Bai, Balwant, Fatta, kaki tangan Ajabde, dan salah seorang kepercayaan Ajabde sedang bersama sama membahas kondisi yang ditawarkan oleh Ajabde, kondisi yang pertama “Kita akan meminta bantuan dari beberapa negara yang lain dan tidak memasukkan mereka dalam perjuangan mereka”, “Tapi bagaimana bisa kita mengambil keputusan ini kalau daerah yang lain akan berperilaku jauh lebih baik pada kita daripada Mewar ! Kemerdekaan sejati bergantung pada kemerdekaan kita sendiri, kita harus mencapai tujuan kita terlebih dulu” kemudian kondisi yang kedua “Kita tidak akan mengatakan apapun pada rakyat Bijolia, jika kita menceritakan pada mereka tentang keputusan kita maka negara tetangga kita mungkin akan berusaha untuk memaksa kita dan menjadikan kita sebagai bagian dari daerah mereka, kita tidak akan membiarkan apapun yang terjadi bagaimanapun caranya” kemudian mereka semua bersumpah diatas nyala api untuk menjaga sumpah mereka sendiri
Pada saat yang bersamaan Pratap sedang membengkokkan tombak dengan tangan kosong, para penjaga menatapnya dengan tatapan tidak percaya, mereka kaget, akhirnya mereka menyambut Pratap bersama Chakrapani memasuki Bijolia, begitu kaki Pratap melangkah masuk, Pratap mulai memikirkan kata kata Fatta dan Ajabde tentang permasalahan Bijolia
Di kerajaan Bijolia, rencana Ajabde sangat mudah “Untuk menjadi negara yang mandiri maka kita harus cukup kuat, kita akan mengatur acara Diwali Mela sama seperti ketika ayah masih hidup, uang dari acara Mela itu bisa membantu kita dalam mengubah kondisi ekonomi kita demi kebaikan, kita akan membeli kuda kuda dan senjata untuk pasukan prajurit kita dengan uang yang sama, kita akan menjadi kuat setelah tidak ada seorangpun yang akan bisa berfikir untuk membuat kita menjadi bagian mereka” semua orang mendengarkan penjelasan Ajabde “Lalu kita akan membebaskan Bijolia dari Mewar dan membuat Bijolia menjadi negara yang bebas” mereka semua setuju dengan rencana Ajabde “Fatta, pergilah dan buatlah persiapan untuk acara Diwali Mela” tak lama kemudian Fatta meninggalkan ruangan itu diikuti oleh yang lainnya, dalam hati Ajadbe berkata “Maafkan aku, pangeran Pratap ,,, aku tidak mempunyai pilihan yang lain, kamu dan keluargamu tidak memberikan pilihan yang lain pada kami” bathin Ajabde sedih,
Sementara itu Pratap sudah memasuki Bijolia dan melihat ke sekitarnya ke setiap tempat dimana terdapat kenangan masa lalu yang melintas dimatanya, Pratap mendatangi sebuah kandang kuda dimana dia dan Ajabde tertidur lelap setelah hujan turun dengan deras menimpa mereka, sejenak Pratap tersenyum namun kemudian kenangan itu segera berlalu “Chakrapani, semuanya masih sama seperti dulu tapi rasanya sepertinya semuanya telah berubah, entah bagaimana” saat itu di rumah Fatta, Fatta sedang mendorong kudanya namun kudanya tidak mau bergerak sama sekali, Fatta mencoba mengajak kudanya ngobrol “Kamu tahu, kakak telah mengatakan padaku agar aku membuat persiapan untuk acara Dilwali Mela, aku tidak akan bisa melakukan apa saja jika kamu masih saja berdiri disini” kemudian Ajabde memanggil Fatta “Fatta, tali kekang kudanya masih ada padaku" ujar Ajabde yang saat itu mengenakan pakaian rakyat biasa "Fatta, aku telah amati sedari tadi, kamu tidak bersumpah kalau kamu bersama orang lain, bukan ?” Fatta mengalihkan perhatiannya ke arah yang lain tapi Ajabde membuatnya untuk melihat ke arahnya “Kamu pasti telah mengatakan pada seseorang tentang pemberontekan Bijolia, iya kan ?” Fatta memikirkan Pratap, kemudian Fatta mengangguk dengan perasaan sedih “Aku hanya mengatakannya sedikit pada seseorang, itu mungkin yang menyebabkan keragu raguan pada teman tukang kudaku, tapi setelah mendengar peringatanmu tadi, aku jadi berfikir, aku memang tidak melihat dia sebagai seorang tukang kuda pada umumnya, bagaimana kamu tahu, kak ?” Fatta merasa penasaran “Aku telah tahu semuanya sebelumnya, dari apa yang kamu ceritakan padaku, aku sadar kalau dia tahu banyak daripada apa yang telah kamu katakan padanya” ujar Ajabde
Saat itu Pratap ingin menyalakan api unggun di kandang kuda “Dengan cara ini kenangan lama akan dibakar dan sesuatu yang baru akan terbentuk di sini” Chakrapani bisa menduganya dengan baik kalau Pratap sedang membicarakan tentang masa lalunya sendiri “Aku telah membakar semuanya sejak lama” ujar Pratap, pada saat yang bersamaan Fatta yakin kalau Pratap pasti tidak akan bisa datang kesini setelah apa yang terjadi padanya, namun Ajabde tidak seyakin Fatta “Aku fikir dia pasti tidak akan menyerah dengan mudah seperti ini, dia masih bisa saja masuk ke Bijolia, jika dia tahu tentang pemborentakan kita maka hal itu akan sampai juga di Mewar, dalam hal ini semua rencana kita akan gagal” ujar Ajabde cemas “Fatta kamu harus bersumpah padaku, kamu tidak akan membuat langkah yang konyol ketika kamu melihat laki laki itu berada di sini di Bijolia ! Kamu akan datang dan memberitahukannya secepat mungkin padaku ! Kamu ingat ?” Fatta segera menganggukkan kepalanya, sementara itu di tempat Pratap, Pratap sedang memikirkan Ajabde dan melemparkan obor yang terbakar kearah kandang, kandang itupun terbakar dengan api yang menyala nyala, sedangkan di tempat Fatta dan Ajabde, Fatta berjanji pada kakaknya, Ajabde untuk semua hal yang dimintanya tadi, saat itu Pratap meninggalkan kandang yang terbakar tersebut dengan perasaan puas.
SINOPSIS MAHAPUTRA episode 299 by. Sally Diandra