SINOPSIS MAHAPUTRA episode 309 (06 November 2014)

SINOPSIS MAHAPUTRA episode 309 (06 November 2014) by. Sally Diandra Di kerajaan Bijolia, Ajabde sedang membasuh mukanya terus menerus untuk menghapus bekas darah yang menempel di dahinya, Ajabde menoleh dan melihat wajah Pratap yang penuh dengan kebencian padanya namun ternyata itu hanya khayalannya belaka karena tiba tiba wajah itu menghilang, namun Ajabde teringat ketika Pratap memegang cincin tersebut dan bagaimana tanganya yang bersimbah darah menyentuh di keningnya, semua kejadian yang dialaminya bersama Pratap si tukang kuda seakan akan berputar dalam benaknya seperti sebuah film, Ajabde mengira kalau Pratap bertahan disana karena dia percaya pada Ajabde, Ajabde mendengar suara pedangnya dan melihatnya berada dimana mana, Ajabde berteriak kencang “Tidaaak ! Tidaaak !” teriak Ajabde sambil memegangi kepalanya dan jatuh pingsan seketika itu juga, 

Sementara itu di kerajaan Mewar, Ratu Bhatyani menegur Dhaman Singh dan bertanya apakah dirinya mendapat pesan dari Bijolia, tiba tiba di dengarnya kalau ada seorang pembawa pesan yang datang tapi membawa pesan untuk Rawat Ji “Pesan ini dikirimkan oleh temannya pangeran Pratap, Chakrapani” ujar si pembawa pesan, Ratu Bhatyani penasaran ingin tahu pesan apa yang dibawa olehnya Pada saat yang bersamaan, Raja Udai Singh datang dan memberi salam pada Pandit Ji “Maharana Udai Singh, aku membawa sebuah pesan untuk Rawat Ji” Ratu Bhatyani segera menghampiri mereka “Mulai kapan kamu menjadi seorang pembawa pesan, Pandit Ji ?” tanya Ratu Bhatyani penasaran, 

Di Bijolia, Fatta mendekati Pratap dan bertanya “Siapa yang kamu cari ?”, “Dimana kakakmu ? Aku lihat tadi keningnya berdarah” ujar Pratap “Tidak, kakakku baik baik saja tapi tanganmu itu yang terluka” ujar Fatta kemudian memanggil tabib “Tidak, tidak apa apa, aku baik baik saja” ujar Pratap sambil melirik ke arah tangannya yang terluka “Baiklah, jagalah kenangan itu baik baik, hal itu akan mengingatkan kamu pada kenangan yang terindah” ujar Fatta kemudian meninggalkan Pratap, sejenak Pratap teringat ketika tangannya menyentuh kening Ajabde “Aku harus lebih fokus dan harus bertemu dengan paman Rawat Ji dan menceritakan semua permasalahan yang terjadi disini” bathin Pratap dalam hati 

Di kerajaan Mewar, Pandit Ji segera menjawab pertanyaan Ratu Bhatyani “Aku pergi ke rumah Rawat Ji untuk melakukan pemujaan dan keluarganya menyerahkan surat ini padaku, katanya pribadi dan aku harus memberikan padanya secara langsung” ujar Pandit Ji “Biarkan aku yang menyerahkan padanya” pinta Ratu Bhatyani “Tidak usah, Maharani Bhatyani ,,, aku akan menunggu” ujar Pandit Ji “Aku tidak akan membiarkan kamu menunggu” akhirnya Pandit Ji menurut dan menyerahkan surat itu pada Ratu Bhatyani, Ratu Bhatyani sangat senang menerimanya dan hendak membuka surat itu “Maharani Udai Singh, apa yang kamu lakukan ? Surat itu mungkin surat pribadi” sela Raja Udai Singh “Tidak, Rana Ji ,,, ini mungkin pesan yang penting juga, karena keluarganya mungkin sedang dalam bahaya” ujar Ratu Bhatyani “Tidak, tidak, Maharani ,,, keluarganya baik baik saja”, “Oh tidak tidak mungkin, kamu ini seorang Pandit, bukan seorang pembawa pesan” ujar Ratu Bhatyani “Ya, kamu benar, Maharani Bhatyani, kalau begitu bacalah” 

Tepat pada saat itu Rawat Ji menemui mereka, Pandit Ji merasa senang akhirnya Rawat Ji datang “Panglima Rawat Ji, anda mendapatkan sebuah pesan, ambillah” dengan enggan Ratu Bhatyani memberikan surat itu ke Pandit Ji “Surat itu dari rumah anda” ujar Pandit Ji sambil memberikannya ke Rawat Ji, Rawat Ji segera menerimanya dan mulai berlalu dari mereka, namun Ratu Bhatyani memaksa “Panglima Rawat Ji, bacalah disini, kami semua mengkhawatirkan keluargamu tapi itupun kalau kamu mau” ujar Ratu Bhatyani dengan gayanya yang seolah olah perhatian pada keluarga Rawat Ji “Iya, betul, Rawat Ji ,,, aku juga ingin tahu apakah semua orang baik baik saja disana” timpal Raja Udai Singh, 

Kemudian Rawat Ji mulai membuka surat yang diterimanya dari Pratap yang mengabarkan tentang keadaan di Bijolia “Bijolia saat ini sedang dalam bahaya yang sangat besar dan aku tidak bisa mempercayai siapapun yang ada di kerajaan Mewar, seseorang rupanya merencanakan sesuatu untuk melawan Bijolia, temuilah aku segera dan simpan surat sebagai surat rahasia dan jangan katakan apapun pada ayahku karena ayah pasti akan marah padaku dan langsung mengambil tindakan, saat ini aku belum bisa mengatakan padanya” semua orang berharap harap cemas menunggu kabar dari Rawat Ji yang sedang membaca surat dari Pratap tersebut “Rawat Ji, apakah semuanya baik baik saja ?” sela Raja Udai Singh “Ya, Maharana Udai Singh, semuanya baik baik saja, ini hanya surat pribadi biasa, jika kamu mengijinkan, bolehkah aku pergi sekarang ?” Raja Udai Singh hanya tersenyum dan mengijinkan Rawat Ji untuk pergi, Rawat Ji memberikan salam pada mereka semua dan segera meninggalkan koridor tersebut, Ratu Bhatyani menatapnya penuh curiga 

Di kerajaan Mughal, di Agra, Badshah Khan sedang memberikan pelatihan pada prajurit Mughal untuk menyerang Bijolia “Ini bukan pertunjukkan ketangkasan ! Dan hal ini tidak akan mempengaruhi aku !” ujar Badshah Khan sombong, para prajurit Mughal mulai bergunjing soal Badshah Khan, Badshah Khan mendengar suara mereka yang sedang bergosip dan segera memanggil orang tersebut “Apa yang barusan kamu katakan ?” tanya Badshah Khan geram “Tidak ! Aku tidak mengatakan apa apa” Badshah Khan langsung menghantam dadanya dengan kedua jarinya hingga menyebabkan jantungnya sakit dan segera terjatuh lalu terbaring kesakitan, Akbar dan kaki tangannya melihat mereka dari atas balkon, Akbar langsung memanggil Badshah Khan “Badshah Khan !” 

Di kerajaan Bijolia, Ajabde terbangun dari pingsannya, saat itu Saubhagyawati menemaninya sambil merawat Ajabde di kamar Ajabde “Ajabde, lebih baik kamu istirahat saja dulu” pinta Saubhagyawati ketika Ajabde bangun dari tempat tidurnya “Apakah ada seseorang yang mengatakan pada ibu tentang pingsanku ini ?” Saubhagyawati menggelengkan kepalanya “Tidak ada” Ajabde merasa lega “Terima kasih, jika ibu tahu tentang hal ini, dia pasti akan sangat khawatir”, “Bagaimana bisa kamu pingsan tadi, Ajabde ? Apa yang terjadi padamu ?” sesaat Ajabde termenung dan berkata “Tidak apa apa, Saubhagyawati ,,, aku mungkin kecapekan karena harus mengurusi rencana peperangan ini” Ajabde berusaha menutupi perasaannya “Saubhagyawati, panggil semua orang kesini, aku harus melakukan banyak pekerjaan” ujar Ajabde sambil melihat ke arah keningnya melalui kaca riasnya dan dilihatnya noda darah itu telah menghilang, 

Sementara itu di kerajaan Mughal, Badshah Khan meminta maaf pada Akbar karena melukai salah satu prajuritnya “Yang Mulia, orang ini telah menghina aku !”, “Teruskan !” perintah Akbar dari atas balkon “Yang Mulia, kenapa kita harus memberikan perhatian penting pada prajurit Afghanistan yang tolol seperti dia ?” tanya kaki tangan Akbar “Dia itu anak Shams Khan yang ingin membalas dendam kematian ayahnya ke Pratap”, “Bagaimana kamu tahu tentang semua ini, Yang Mulia ? Aku sendiri tidak mengerti tentang hal ini” tanya kaki tangan Akbar heran “Suatu saat nanti, kamu pasti akan mengerti juga” ujar Akbar 

Di suatu tempat, terlihat Pratap sedang berjalan menghampiri seseorang, rupanya Pratap menemui Rawat Ji yang sudah tiba di Bijolia “Salam, paman Rawat Ji” Rawat Ji membalas salamnya dan melihat kearah tangan Pratap yang terluka “Aku kira kamu mendapat kesempatan yang baik untuk menajamkan pedangmu disini di Bijolia” ujar Rawat Ji bangga “Ya, jika semua yang berada di Mewar baik baik saja”, “Yaa ! Lalu mengapa Bijolia ingin memisahkan diri dari Mewar ?” Pratap menceritakan semuanya ke Rawat Ji tentang apa yang dikatakan oleh Fatta dan Ajabde, kemudian Pratap juga bercerita tentang Bai ji lal “Siapa itu Bai ji lal ?” tanya Rawat Ji penasaran “Bai ji lal itu adalah Ajabde” Rawat Ji terkejut mendengarnya, 

Sementara itu Ajabde sedang ngobrol dengan Fatta “Aku telah mengorbankan semua perhiasanku dan aku telah mendapat banyak koin emas, aku ingin memberikannya pada rakyat Bijolia, kebanggaanku dan kebebasanku !” ujar Ajabde, sedangkan di tempat Pratap “Ajabde ingin Bijolia mendapatkan kebebasan dari Mewar dan aku tidak akan membiarkan ini semua terjadi, paman” Rawat Ji mendengarkan semua keluh kesah Pratap, di tempat Ajabde “Sekarang tidak ada yang bisa mencampuri kemerdekaan kita !”, “Lalu apa langkah kita selanjutnya, kak ?” tanya Fatta “Ya ! Kamu telah melakukan penyebaran informasi ini dengan baik dan aku yakin orang orang akan datang untuk menjual senjata mereka dan kita akan membelinya” ujar Ajabde “Aku akan mengurusi semuanya sendirian, kak”, “Kita seharusnya mempercayai Pratap, Fatta” sementara itu kembali di tempat Pratap “Kamu tahu kan semua ini tidak akan terjadi karena semua orang disini sangat menghormati Ajabde” ujar Rawat Ji “Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, paman dan aku akan ikut campur dalam pertarungan kemerdekaan ini dan membuat Bijolia tetap bersatu dengan Mewar, aku akan datang dan ikut campur diantara Bai ji lal dan kemerdekaan Bijolia” SINOPSIS MAHAPUTRA episode 310 by. Sally Diandra
Bagikan :
Back To Top