SINOPSIS MAHAPUTRA episode 285 (29 September 2014)

SINOPSIS MAHAPUTRA episode 285 (29 September 2014) by. Sally Diandra Di kerajaan Bijolia, Raja Mamrak (ayah kandung Ajabde) memerintahkan para prajuritnya untuk menutup gerbang utama sambil berteriak teriak dan berlari lari di sepanjang koridor “Siapkan pasukan kita ! Umumkan bahwa kita dalam keadaan darurat saat ini !” tepat pada saat itu istri Raja Mamrak yang bernama Ratu Hansa mencegat Raja Mamrak “Ada apa, Raja Mamrak ? Kenapa kamu berteriak teriak seperti itu ?” tanya Hansa panik “Hansa, kita harus menyelamatkan Bijolia dari Mehmood Shah !” Raja Mamrak sangat khawatir karena mata mata mereka tidak mempunyai ide apa apa untuk menangani hal ini, Raja Mamrak tidak mendapatkan jawaban apa apa tapi mereka harus menyelamatkan Bijolia bagaimanapun caranya, kemudian Hansa menyarankan Raja Mamrak untuk mengirimkan sebuah pesan ke Mewar “Bagaimana kamu bisa mengurus pasukan yang begitu besar dengan tanganmu sendiri ?” namun Raja Mamrak menolaknya karena anak perempuan mereka baru saja menikah, anak perempuan mereka telah pergi ke Chittor “Jika kita mengirimkan pesan ke sana maka pangeran Pratap akan menyelamatkan kita yang pertama kali” ujar istrinya “Apakah kamu ingin hal ini terjadi pada anak perempuanmu pada hari pertama mereka menikah ?” ujar Raja Mamrak panik, akhirnya Ratu Hansa mengerti dan setuju untuk tidak mengabarkan kabar apapun ke Mewar dalam waktu dekat ini. 

Di kerajaan Mewar, di kamar pribadi Pratap, Pratap yang saat itu baru saja melangsungkan pernikahan dengan Ajabde, merasa penasaran dan ingin tahu kenapa Ajabde melakukan hal itu, Ajabde sendiri merasa ketakutan “Aku khawatir bagaimana jika kamu terluka pada waktu itu ketika pedang itu jatuh kearahmu” Pratap bisa mengerti kalau istrinya ini sangat mengkhawatirkan dirinya “Jadi kamu memanggil nama depanku itu hanya karena itu ?” ujar Pratap dengan nada menggoda “Maafkan aku pangeran Pratap, aku tidak bermaksud seperti itu” namun meskipun Ajabde meminta maaf pada suaminya ini tapi Pratap tetap akan menghukumnya “Aku ingin kamu memanggil namaku Pratap untuk selama lamanya” Ajabde terkejut “Tidak ! Aku tidak bisa melakukan hal itu, hal itu melawan nilai nilai budaya dan adat kita” ujar Ajabde mengiba “Aku juga tahu tentang hal itu tapi paling tidak kamu bisa memanggilku ketika kita sedang berduaan seperti ini saja, tidak di depan orang banyak, kamu tidak usah memikirkan apapun tapi itu keluar dari hatimu secara tulus, kamu tidak perlu mengabaikan hal itu” Ajabde menolak tapi Pratap menunjukkan padanya kalau dia setuju untuk memperlakuan dirinya sendiri sama dengan semua orang lain, Ajabde terus menerus menolak “Kita tidak bisa sejajar, pangeran Pratap !” Ajabde kemudian mengingatkan pada Pratap kalau dirinya adalah Ardhangininya (istrinya) 

“Jadi kita tidak akan lengkap tanpa diri kita satu sama lain, kita akan lengkap hanya ketika kita selalu bersama sama, dengan cara ini kita adalah sama sejajar, seperti ketika orang orang yang memanggil satu sama lain hanya berdasarkan nama mereka” Ajabde merasa heran dengan apa yang ada dibenak atau kepala Pratap, Pratap kemudian memaksa Ajabde lagi untuk memanggil namanya dengan sebutan Pratap saja, awalnya Ajabde ragu ragu lalu secara terburu buru Ajabde memanggil nama Pratap dengan sebutan “Pratap !” ujar Ajabde sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya, Pratap tertawa terbahak bahak melihat keberanian Ajabde melakukan hal tersebut dengan menutupi wajahnya “Aku seharusnya memberikan kamu sebuah hadiah untuk perlakuan kamu ini !” kemudian Pratap memberikan Ajabde sebuah cincin emasnya “Aku tidak tahu sejak kapan cincin ini bersamaku tapi mulai sekarang kamu yang akan mengenakannya, cincin ini akan membuat kita selalu dekat satu sama lain, meskipun ketika kamu akan pergi ke Bijolia untuk beberapa tahun lamanya, cincin ini akan selalu mengingatkan kamu tentang aku” Ajabde menerima cincin tersebut dan mengenakannya di jari manisnya, namun sayangnya cincin itu terlalu besar untuk jarinya yang mungil, Pratap langsung mendapatkan sebuah ide, Pratap segera berlutut dan mengenakan cincin tersebut di ibu jari Ajabde, Ajabde tersenyum senang. 

Sementara itu Ratu Jaiwanta sedang berjalan jalan di sepanjang koridor dengan tatapan matanya yang kosong, Ratu Jaiwanta teringat akan kata kata Raja Udai Singh, tepat pada saat itu salah satu pelayannya meminta sesuatu padanya namun Ratu Jaiwanta tidak menggubrisnya, Ratu Jaiwanta terus berjalan tidak peduli dengan orang orang di sekelilingnya, dari kejauhan Ratu Bhatyani memperhatikan Ratu Jaiwanta sambil membawa nampan berisi Paan (semacam kinang), lalu Ratu Bhatyani menyuruh pelayannya untuk menaruh di kamar Raja Udai Singh dan mengabarkan pada Raja Udai Singh kalau Ratu Jaiwanta saat ini sedang berada di taman, pelayannya mengangguk dan segera berlalu dari sana, tiba tiba Ratu Bhatyani merasa sedih dan merindukan belaian hangat Raja Udai Singh, Ratu Bhatyani teringat masa masa indahnya bersama Raja Udai Singh “Aku sedang membuat sebuah pengorbanan yang sangat besar, seharusnya aku tidak akan pernah melupakan hal itu !” ujar Ratu Bhatyani sedih 

Malam itu Raja Udai Singh sedang berlatih meninju karung yang berisi pasir, kata kata Ratu Jaiwanta bergema ditelinganya “Namaku adalah Raja Udai Singh, aku telah menghadapi banyak kesulitan dalam kehidupanku ! Jika kamu ingin aku menyembunyikan cintaku maka aku akan melakukannya untuk kamu ! Di dalam hatiku ada kamu dan aku akan melakukannya !” tepat pada saat itu pelayan yang membawa nampan kinang menghadap ke Udai Singh dan mengabarkan kalau saat ini Ratu Jaiwanta sedang berada di taman, Udai Singh segera menghentikan latihan tinjunya begitu mendengar nama Ratu Jaiwanta disebut didepannya. 

Saat itu Ratu Jaiwanta sedang berada di taman di halaman istana, tiba tiba gemuruh petir dan angin mulai terasa seperti akan turun hujan, kata kata Raja Udai Singh kembali menghantui pikirannya, tanpa pikir panjang Ratu Jaiwanta segera mencopot semua perhiasan yang dia kenakan dan dilemparkan begitu saja ke rerumputan di tanah, angin menerbangkan dupattanya dan hujan deraspun mulai turun, Ratu Jaiwanta teringat pada sumpahnya ketika dirinya menikah dengan Raja Udai Singh dan tersenyum senang pada akhirnya, Ratu Jaiwanta mulai menikmati hujan yang membasahi tubuhnya “Aku akui kalau aku memang ingin Raja Udai Singh dekat denganku selalu ! Aku ingin berada diatas semua kebahagiaan semua orang di dunia ini !” teriaknya lantang “Lalu kenapa kamu ingin agar aku menghentikannya ?” Ratu Jaiwanta langsung menoleh begitu didengarnya suara Raja Udai Singh yang ternyata berada di belakangnya, yang saat itu bertelanjang dada, Raja Udai Singh membuka tangannya untuk Ratu Jaiwanta, tanpa ragu ragu Ratu Jaiwanta segera mendekat ke arah Raja Udai Singh kemudian memeluknya erat, Raja Udai Singh juga membalas pelukannya erat di bawah siraman hujan yang cukup deras mereka berdua saling berbagi kehangatan bersama. 

Sementara itu istri muda Raja Udai Singh yang bernama Ratu Veeba sedang menunggu Raja Udai Singh di kamarnya, Ratu Veeba memikirkan ucapan Ratu Jaiwanta tentang haknya sebagai istri akan didapatkannya pada malam ini, Ratu Veeba merasa malu sambil melihat ke arah ranjang, sementara dirinya sedang duduk di kursi di depan meja riasnya, Ratu Veeba berkhayal Raja Udai Singh datang ke kamarnya untuknya dengan tangannya yang terbuka memintanya untuk datang padanya, kemudian Ratu Veeba mendekati Raja Udai Singh, mereka berdua saling berpelukkan, lalu Raja Udai Singh mengajaknya duduk ditepi ranjang dan mereka berdua saling bermesraan satu sama lain layaknya suami dan istri, Ratu Veeba tidak bisa menunggu lebih lama lagi apa yang akan dialaminya nanti bersama Raja Udai Singh. 

Pada saat yang bersamaan, saat itu Raja Udai Singh sedang bermesraan dengan Ratu Jaiwanta, dengan tubuh yang masih sama sama basah karena siraman air hujan, Raja Udai Singh membaringkan Ratu Jaiwanta di sebuah ranjang di kamar pribadi Ratu Jaiwanta, Raja Udai Singh membelai mesra pipi Ratu Jaiwanta sambil bercerita tentang kenangan mereka dulu ketika mereka masih bersama sama mesra seperti ini. 

Sementara di kamar Ratu Veeba, Ratu Veeba masih berkhayal kalau dirinya telah intim dengan Raja Udai Singh, Ratu Veeba tersenyum senyum sendiri, dalam khayalannya Raja Udai Singh berterima kasih padanya karena dirinya telah membawakan warna yang indah dalam kehidupannya, Ratu Veeba juga berterima kasih pada Raja Udai Singh karena telah melengkapi dirinya, namun ketika sedang asyiknya berkhayal tiba tiba khayalannya sirna lenyap terbawa angin ketika pintunya diketuk oleh seseorang dengan keras, Ratu Veeba segera membuka pintu kamarnya dan ternyata yang datang adalah Ratu Bhatyani. Ratu Bhatyani merasa heran dan bertanya tanya apakah dia telah menganggu mimpi indah Ratu Veeba, Ratu Veeba menunduk nampak malu malu tapi Ratu Bhatyani berusaha mengungkapkannya secara serius “Kamu bisa mengatakannya padaku jika terjadi sesuatu, sebagai seorang wanita, aku tahu bagaimana rasanya ketika mimpi kita hancur, ikutlah denganku, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu” ujar Ratu Bhatyani yang kemudian mengajaknya ke kamar Ratu Jaiwanta, 

Ratu Veeba ingin tahu mengapa Ratu Bhatyani mengajaknya kesana, Ratu Bhatyani sepertinya mengetahui segalanya, Ratu Veeba tidak ingin membicarakan hal itu, namun Ratu Bhatyani mencoba menghasut Ratu Veeba untuk melawan Ratu Jaiwanta “Lihat dia telah menyalahgunakan kepercayaanmu padanya dan menikam kamu dari belakang, Raja Udai Singh tidak akan menemui kamu karena dia ingin bersama kak Jaiwanta sekarang, kak Jaiwanta telah mengatur semuanya untuk kamu dengan semua rasa kasih sayangnya tapi dia yang kali ini sedang berduaan bersama Raja Udai Singh, jika kamu tidak percaya padaku maka lihatlah sendiri melalui lubang jendela itu” ujar Bhatyani, Ratu Veeba yang awalnya ragu ragu kemudian berusaha mengintip ke dalam kamar Ratu Jaiwanta dan melihat Raja Udai Singh ada disana bersama dengan Ratu Jaiwanta diatas ranjang, mereka berdua benar benar sangat dekat dan intim satu sama lain, Ratu Veeba sangat terluka hatinya dan segera meninggalkan tempat tersebut dengan linangan airmata, Ratu Bhatyani tersenyum sinis. 

Sementara itu saat itu Akbar dan pasukannya sedang berada di depan kerajaan Bijolia, Akbar yakin kalau Pratap tidak akan meninggalkan Chittor untuk menyelamatkan Bijolia sekarang “Kamu mungkin bisa membunuh Mehmood Shah di medan pertempuran tapi ketika kamu kembali untuk merayakan kemenanganmu, kamu akan menemukan istrimu dan Chittor akan berada dibawah kekuasaanku ! Hadiah apa yang paling bagus yang bisa aku berikan selalin hadiah ini untuk pernikahanmu, temanku ?” ujar Akbar sambil tertawa terbahak bahak bersama pasukannya. 

Pada saat yang bersamaan, saat itu Pratap dan Ajabde sedang menikmati buah mangga sambil berayun ayun di teras, mereka berdua ternyata benar benar menyukai rasa yang tajam dan kecut pada buah mangga, tiba tiba Pratap teringat pada Shakti, adiknya dimana dulu mereka berdua suka sekali mencuri buah mangga dan memakannya bersama sama, Pratap merindukan adiknya itu, Ajabde bisa merasakan kegelisahan hati Pratap, tiba tiba Pratap terbatuk batuk, Ajabde segera mengambil air putih dan diserahkannya ke Pratap, namun Pratap tetap terbatuk batuk meskipun sudah minum “Mungkin bisa jadi saat ini pangeran Shakti juga sedang memikirkan kamu” ujar Ajabde namun Pratap menolaknya “Dia itu adalah jiwaku, dia itu saudaraku juga teman seperjuanganku selama selamanya tapi siapapun yang memikirkan aku saat ini, aku yakin ini pasti adalah musuhku !” ujar Pratap optimis. 

Di lain sisi, saat itu Akbar dan pasukannya telah mencapai tonggak yang menunjukkan bahwa mereka sebentar lagi akan memasuki Mewar, di lain sisi Pratap terus menerus terbatuk batuk dan merasakan kalau ada sesuatu yang salah saat ini.
Bagikan :
Back To Top