SINOPSIS ASHOKA episode 333 by. Kusuma Rasmana Di gang masuk menuju bangunan Sarai (bar) diluar kota Kalingga,
Ashoka yang tengah telentang dan baru sadar, melihat Nanda sangat dekat
dan mengarahkan belati di dadanya.
Namun Ashoka yang tidak takut sama sekali berkata, "Tidak ada yang akan menyelamatkanmu hari ini! Aku akan memberikan contoh hari ini bahwa aku suka tersenyum tapi aku sama sekali tidak menikmati tawaan".
Namun Ashoka yang tidak takut sama sekali berkata, "Tidak ada yang akan menyelamatkanmu hari ini! Aku akan memberikan contoh hari ini bahwa aku suka tersenyum tapi aku sama sekali tidak menikmati tawaan".
Nanda yang merasa diatas angin karena memegang senjata marah dan bermaksud melukai Ashokaa. Namun seseorang menahan tangan kiri Nanda yang membawa belati. Nanda kaget, dia menoleh dan melihat lelaki setengah baya yang berewokan dan dipinggangnya tergantung pedang. Tangan kukuhnya membuat Nanda tidak bisa berkutik. Nanda meminta kawan-kawannya menyerang, namun Nanda sendiri dibuat roboh atas pukulan tangan orang itu. Saat bangun Nanda kaget, karena kawan-kawannya sudah bergelimpangan semua. Nanda heran dan tidak habis pikir bagaimana lelaki itu bisa melumpuhkan beberapa orang hanya dalam hitungan kedipan mata.
Nanda tidak tahu lelaki itu adalah Nayaka, panglima istana Magadha.
Sambil tetap terbaring, Ashoka berkata, "Apa kau tidak dapat melihat atau berpikir dengan tindakannya?"
Ditampilkan dalam kilas balik, bagaimana Nanda tidak melihat saat Nayaka menghajar kawan-kawannya. Nanda yang marah segera mengambil belati dan menyerang, namun Ashoka yang masih terbaring melayangkan tendangannya sehingga Nanda terjungkal. Nayaka menolong Ashokaa bangun dari tanah. Ashoka mendekati Nanda dan berkata, "Aku membiarkanmu hidup karena aku suka orang yang tidak menerima kekalahan dengan mudah".
Nanda hanya meringis menahan tangannya yang sakit.
Ashoka melangkah masih agak terhuyung dan melihat jauh. "Aku tidak khawatir orang masih mencariku tapi Kau, kau juga pasti akan dicari oleh Magadha".
Nayaka menjawab, "Swami (Tuan), Aku sudah bersumpah untuk menjagamu".
Ashoka berkata, "Orang lain mungkin telah buta tapi aku tidak. Aku melihatmu terus membuntuti aku beberapa kali waktu ini. Kau telah bersumpah untuk melindungiku dan menyelamatkan Ibu, juga Acharya Radhagupta"
Nayaka menjawab, "Dengan melindungi kalian, aku secara tidak langsung melindungi diriku sendiri juga".
Ashoka hanya mengangguk sambil terhuyung. "Ayo, Swami, kita pergi", kata Nayaka mempersilakan Ashoka pergi meninggalkan tempat itu. Ashoka melangkah sambil terhuyung diikuti oleh Nayak dari belakang.
Nanda bingung mendengar Nayaka memanggil Chanda dengan sebutan Swami (Tuan).
Di istana Kalingga, Di kamarnya, Kaurwaki sedang bersama pelayan
setianya, Bela. "Aku telah menyalakan diya ini atas nama Ashoka selama
10 tahun. Aku tidak pernah membiarkannya tertiup angin dan padam. Aku
sudah sangat sabar. Sekarang aku tahu ada kemungkinan dia berada di
Ujjain, dan aku tidak bisa bersabar lagi! Aku harus bertemu dengannya.
Aku harus segera pergi!", kata Kaurwaki sambil memandang diya yang
diletakkan dekat lingga Shiwa. Bella menyarankan Kaurwaki agar menunggu
waktu yang tepat. "Jika Maharaja tahu, dia tidak akan menyukai semua
ini", kata Bella. Kaurwaki merenungkan saran dari pelayannya itu.
Di tengah danau yang agak tenang di suatu tempat dalam kegelapan malam,
Nayaka sedang duduk diatas perahu kecil bersama Ashoka. Nayaka berkata,
"Tempat ini sungguh sempurna untuk berbicara. Tidak ada yang akan
mendengar kita disini".
Ashoka bertanya dengan nada serius, "Sushima! ceritakan tentang Sushima!".
Nayaka menjawab, "Sushima sebelumnya dia hanya berprilaku brutal yang kejam tapi Charumintra telah mengubahnya menjadi sosok yang lain dengan melakukan tamasik yajnya (ritual kegelapan, ritual negatif) atas bantuan Tantrik dan orang-orangnya".
Ashoka menyimak dengan serius penjelasan Nayaka.
Adegan ditampilkan disebuah tempat sedang dilakukan ritual pemujaan kegelapan atau iblis. Tempat yang seram itu berisi tungku pembakaran dengan api menyala, telaga kecil yang berair dan dipenuhi sarana ritual lainnya. Tampak Sushima muda tubuhnya mulai dililitkan kain putih hingga terbungkus yang dilakukan oleh anak buah Tantrik. Juga berdiri Charumitra yang ikut menyaksikan. Tantrik yang duduk bersila ditempat tinggi, berkata, "Aku melihatnya di masa depan. Seseorang akan datang kesini dan mengubah semuanya. Dia memiliki kekuatan untuk menanggung semua itu, dia akan mengakhiri kegelapan dan menuntun menuju cahaya. Kau adalah media dari Mukti (pelepasan)-ku dan sebaliknya. Masuklah ke dalam Kunda (telaga) dan kau akan tahu semua orang yang akan melawanmu. Kau harus menyerahkan dirimu sepenuhnya kepada iblis. Kau harus mengabaikan keinginan pribadimu dan kau harus melakukan apa yang iblis perintahkan atau minta darimu. Jika kau gagal, kau tidak akan hidup!".
Sushima setuju dan akan mematuhi perintah Tantrik. Sekarang tubuhnya sudah tertutup kain putih dari atas hingga bawah kecuali tangan dan matanya. Sushima lalu berjalan dan turun ke telaga itu. Beberapa anak buah Tantrik melakukan ritual di sisi telaga, Charumitra hanya mengawasi. Tepat ditengah telaga, Sushima menenggelamkan tubuhnya didalam air telaga.
Ashoka bertanya dengan nada serius, "Sushima! ceritakan tentang Sushima!".
Nayaka menjawab, "Sushima sebelumnya dia hanya berprilaku brutal yang kejam tapi Charumintra telah mengubahnya menjadi sosok yang lain dengan melakukan tamasik yajnya (ritual kegelapan, ritual negatif) atas bantuan Tantrik dan orang-orangnya".
Ashoka menyimak dengan serius penjelasan Nayaka.
Adegan ditampilkan disebuah tempat sedang dilakukan ritual pemujaan kegelapan atau iblis. Tempat yang seram itu berisi tungku pembakaran dengan api menyala, telaga kecil yang berair dan dipenuhi sarana ritual lainnya. Tampak Sushima muda tubuhnya mulai dililitkan kain putih hingga terbungkus yang dilakukan oleh anak buah Tantrik. Juga berdiri Charumitra yang ikut menyaksikan. Tantrik yang duduk bersila ditempat tinggi, berkata, "Aku melihatnya di masa depan. Seseorang akan datang kesini dan mengubah semuanya. Dia memiliki kekuatan untuk menanggung semua itu, dia akan mengakhiri kegelapan dan menuntun menuju cahaya. Kau adalah media dari Mukti (pelepasan)-ku dan sebaliknya. Masuklah ke dalam Kunda (telaga) dan kau akan tahu semua orang yang akan melawanmu. Kau harus menyerahkan dirimu sepenuhnya kepada iblis. Kau harus mengabaikan keinginan pribadimu dan kau harus melakukan apa yang iblis perintahkan atau minta darimu. Jika kau gagal, kau tidak akan hidup!".
Sushima setuju dan akan mematuhi perintah Tantrik. Sekarang tubuhnya sudah tertutup kain putih dari atas hingga bawah kecuali tangan dan matanya. Sushima lalu berjalan dan turun ke telaga itu. Beberapa anak buah Tantrik melakukan ritual di sisi telaga, Charumitra hanya mengawasi. Tepat ditengah telaga, Sushima menenggelamkan tubuhnya didalam air telaga.
Ashoka tersenyum meremehkan saat mendengar
cerita itu. "Sushima telah kehilangan akal. Dia pikir dia bisa
menaklukkan seluruh India lewat Tantra Widya (ilmu tantra)? Dia salah!",
kata Ashoka.
Nayaka menanggapi, "Jika Anda bisa mengalami sendiri, seperti apa perubahan Sushima setelah bertahun-tahun, maka Anda tidak akan berkata seperti itu".
Adegan menampilkan ditempat ritual Tantrik, Sushima dewasa keluar dari dalam air Kunda (telaga) .
Dengan satu gerakan lengannya, dia memenyingkirkan sisa kain putih yang menutupi badannya . Dalam keadaan telanjang dia naik ke atas, lalu menutupi bawah perut, bokong dan pahanya dengan secarik kain hitam. Dia menjalani pengujian lagi, seseorang melukai lengannya dengan sabetan pedang. Namun lukanya kembali sembuh seketika itu dengan sendirinya. Seekor ular yang memiliki racun mematikan berusaha menggigitnya dan menyemburkan racunnya tapi sia-sia. Ular itu berhasil dibanting oleh Sushima dan membuatnya kabur. Batu karang yang dilemparkan kepadanya hancur berkeping-keping oleh tangkisan lengannya. Charumitra yang sebelumnya takut menjadi takjub dan senang dengan kemampuan Sushima.
Sushima merentangkan tangannya, matanya mendelik, dan berkata, "Dunia ini memerlukan iblis, bukan seorang Nayaka (pemimpin)! Dan Akulah iblis itu!"
Charumitra tersenyum puas, demikian juga Tantrik merasa puas karena gemblengan dan ritualnya berhasil.
"Sekarang ketidakbenaran akan menjadi aturanku di dunia ini. Aku akan mengabdikan seluruh hidupku untuk memenuhi setiap keinginan Swami (tuan)-ku sekarang!", kata Sushima mencakupkan tangan ke arah Tantrik. Tantrik tersenyum.
Nayaka menanggapi, "Jika Anda bisa mengalami sendiri, seperti apa perubahan Sushima setelah bertahun-tahun, maka Anda tidak akan berkata seperti itu".
Adegan menampilkan ditempat ritual Tantrik, Sushima dewasa keluar dari dalam air Kunda (telaga) .
Dengan satu gerakan lengannya, dia memenyingkirkan sisa kain putih yang menutupi badannya . Dalam keadaan telanjang dia naik ke atas, lalu menutupi bawah perut, bokong dan pahanya dengan secarik kain hitam. Dia menjalani pengujian lagi, seseorang melukai lengannya dengan sabetan pedang. Namun lukanya kembali sembuh seketika itu dengan sendirinya. Seekor ular yang memiliki racun mematikan berusaha menggigitnya dan menyemburkan racunnya tapi sia-sia. Ular itu berhasil dibanting oleh Sushima dan membuatnya kabur. Batu karang yang dilemparkan kepadanya hancur berkeping-keping oleh tangkisan lengannya. Charumitra yang sebelumnya takut menjadi takjub dan senang dengan kemampuan Sushima.
Sushima merentangkan tangannya, matanya mendelik, dan berkata, "Dunia ini memerlukan iblis, bukan seorang Nayaka (pemimpin)! Dan Akulah iblis itu!"
Charumitra tersenyum puas, demikian juga Tantrik merasa puas karena gemblengan dan ritualnya berhasil.
"Sekarang ketidakbenaran akan menjadi aturanku di dunia ini. Aku akan mengabdikan seluruh hidupku untuk memenuhi setiap keinginan Swami (tuan)-ku sekarang!", kata Sushima mencakupkan tangan ke arah Tantrik. Tantrik tersenyum.
Di istana Magadha, Pattaliputra, diruangan
Charumitra, Sushima sedang berdiri didampingi Mahamatya Khalatak.
Charumitra masuk ke ruangan itu dengan sebuah nampan pemujaan yang
berisi diya, kelapa dan sarana lainnya. Entah kenapa Sushima terganggu
diya yang menyala. Matanya tajam menatap nampan itu. Dia lalu memukul
nampan hingga jatuh dan isinya berantakan di lantai. Dengan marah dia
meremas buah kelapa dengan tangan kosong hingga remuk
Mahamatya kaget melihat tindakannya itu, Charumitra pun menatapnya heran dan tidak mengerti.
Mahamatya kaget melihat tindakannya itu, Charumitra pun menatapnya heran dan tidak mengerti.
Ashoka dan Nayaka masih di atas perahu dalam danau yang tenang, sementara hari masih malam dengan sinar bulannya yang temaram.
"Apakah Anda takut?", tanya Nayaka kepada Ashoka tentang kemampuan Sushima yang melesat tinggi.
Ashoka berkata, "Setiap orang mempunyai sisi jahat atau iblis didalam dirinya. Aku lebih takut pada iblis yang ada di dalam diriku sendiri". Nayaka hanya diam mendengarnya.
"Siamak! Bagaimana dia sekarang?", tanya Ashoka lagi.
Adegan menampilkan di sebuah lapangan luas sekelompok orang berkuda berpacu dalam sebuah permainan berhadapan dengan kelompok penunggang kuda lainnya. Kedua tim penunggang kuda berusaha merebut sasaran berupa anak kambing atau domba mati untuk dibawa menuju tempat yang telah ditentukan. Penunggang kuda yang berhasil merebut sasaran itu adalah seorang pangeran tampan dengan perhiasan dan pakaian mewahnya. Dialah salah satu pangeran Magadha yang bernama Siamak yang gagah perkasa.
Nayaka menerangkan, "Samrat sangat menyayangi Siamak. Dia tidak banyak berbicara tapi itu bukan berarti dia tenang. Api pemberontakan terlihat dengan jelas dimatanya. Dia sedang menunggu kesempatan untuk berkuasa di Magadha. Dia sangat tahan dengan Sushima, namun tidak mengekornya seperti saudara lainnya setiap saat".
Ashoka terus menyimak penjelasan Nayaka.
"Ada 4 pangeran lagi yang jadi pendukung Sushima. Tiga pangeran dari 3 orang permaisuri dan seorang pangeran dari perempuan biasa", kata Nayaka.
Keempat istri lain Samrat Bindushara ini tidak pernah ditampilkan atau disebut dalam kisah ini sebelumnya.
Kilasan adegan menampilkan, Sushima yang diikuti 4 pangeran gagah yang jadi pendukungnya di belakang. Mereka berlima sedang melangkah di koridor istana.
Nayaka menambahkan, "Keempatnya mendukung Sushima secara membabibuta dan mencoba membuat kedudukan Sushima semakin kokoh. Sushima sudah memiliki semuanya tapi tidak memiliki Anda, Pangeran".
Ashoka membenarkan bahwa Sushima tidak bisa dengan mudah mencapai tujuannya walaupun punya pendukung. Sushima harus menghadapi dia dulu. Ashoka merasa tidak sabar menunggu saat itu. "Aku merasa harinya tidak akan jauh saat aku akan berhadapan langsung dengannya. Hari-hari terakhir Sushima akan dimulai!", kata Ashoka. Nayaka tersenyum melihat semangat Ashoka.
"Apakah Anda takut?", tanya Nayaka kepada Ashoka tentang kemampuan Sushima yang melesat tinggi.
Ashoka berkata, "Setiap orang mempunyai sisi jahat atau iblis didalam dirinya. Aku lebih takut pada iblis yang ada di dalam diriku sendiri". Nayaka hanya diam mendengarnya.
"Siamak! Bagaimana dia sekarang?", tanya Ashoka lagi.
Adegan menampilkan di sebuah lapangan luas sekelompok orang berkuda berpacu dalam sebuah permainan berhadapan dengan kelompok penunggang kuda lainnya. Kedua tim penunggang kuda berusaha merebut sasaran berupa anak kambing atau domba mati untuk dibawa menuju tempat yang telah ditentukan. Penunggang kuda yang berhasil merebut sasaran itu adalah seorang pangeran tampan dengan perhiasan dan pakaian mewahnya. Dialah salah satu pangeran Magadha yang bernama Siamak yang gagah perkasa.
Nayaka menerangkan, "Samrat sangat menyayangi Siamak. Dia tidak banyak berbicara tapi itu bukan berarti dia tenang. Api pemberontakan terlihat dengan jelas dimatanya. Dia sedang menunggu kesempatan untuk berkuasa di Magadha. Dia sangat tahan dengan Sushima, namun tidak mengekornya seperti saudara lainnya setiap saat".
Ashoka terus menyimak penjelasan Nayaka.
"Ada 4 pangeran lagi yang jadi pendukung Sushima. Tiga pangeran dari 3 orang permaisuri dan seorang pangeran dari perempuan biasa", kata Nayaka.
Keempat istri lain Samrat Bindushara ini tidak pernah ditampilkan atau disebut dalam kisah ini sebelumnya.
Kilasan adegan menampilkan, Sushima yang diikuti 4 pangeran gagah yang jadi pendukungnya di belakang. Mereka berlima sedang melangkah di koridor istana.
Nayaka menambahkan, "Keempatnya mendukung Sushima secara membabibuta dan mencoba membuat kedudukan Sushima semakin kokoh. Sushima sudah memiliki semuanya tapi tidak memiliki Anda, Pangeran".
Ashoka membenarkan bahwa Sushima tidak bisa dengan mudah mencapai tujuannya walaupun punya pendukung. Sushima harus menghadapi dia dulu. Ashoka merasa tidak sabar menunggu saat itu. "Aku merasa harinya tidak akan jauh saat aku akan berhadapan langsung dengannya. Hari-hari terakhir Sushima akan dimulai!", kata Ashoka. Nayaka tersenyum melihat semangat Ashoka.
Pagi harinya di sebuah rumah besar, di
Awantipuram, Ujjaini. Dharma sedang melakukan ritual menyiramkan air
suci sambil mengelilingi tumbuhan Tulasi (Selasih) di halaman dan berdoa
didepan Tulasi. Dia memandang pintu luar yang tertutup dan berjalan ke
arahnya. Ashoka yang baru sampai di luar pintu merasakan kehadiran
Dharma dari arah dalam. Ketika Dharma akan membuka pintu, Ashoka segera
melompati pagar samping. Dharma kaget menyadari ada orang melompati
pagar halaman. Saat menoleh, dilihatnya Ashoka tengah terduduk sambil
meringis kesakitan, Dharma lalu bertanya karena khawatir, namun melihat
wajah Ashoka dia tahu Ashoka hanya berpura-pura. Kekhawatiran Dharma pun
berubah menjadi kesal dan tidak suka. Melihat ibunya pergi dengan
kesal, Ashoka hanya bisa memanggilnya.
Dharma meminta kepada
Witashoka yang muncul dihalaman agar menyuruh kakaknya pergi dan kembali
lagi ke tempat dia berada semalam. "Mengapa dia datang kesini lagi?",
tanya Dharma.
Ashoka menjawab,"Wit, beritahu ibu, orang pulang ke rumah hanya ketika dia kelaparan dan lelah".
Dharma memberitahunya melalui Witashoka, "Dia tidak akan mendapatkan makanan disini". Witashoka hanya diam, sementara Dharma malah masuk ke dalam rumah.
Ashoka masih terduduk, lalu tersenyum memandang jendela lantai atas rumah besar itu. Dia melemparkan batu pada ke arah jendela. Di dalam ruangannya di lantai atas, Devi yang sedang tidur terbangun karena kegaduhan di jendela, demikian juga ayahnya. Dhaniram mencoba melarang Devi pergi keluar tapi Devi tetap pergi. "Mengapa dia tidak pernah menuruti ayahnya", guman Dhaniram mengeluh dari pembaringannya melihat putrinya keluar.
Di halaman, di teras dan di ujung tangga, Ashoka mondar-mandir dengan gelisah.
Ashoka lalu duduk di bangku dan berguman, "Ini terlalu lama, Devi menghabiskan banyak waktu, Aku tidak sabar lagi."
Devi menuruni tangga dengan melangkah pelan sambil membawa makanan di nampan. Dia berguman, "Dia terlihat persis seperti seorang Chanda (kejam). Aku tidak pernah melihat pengaruh yang demikian dari orang dengan nama itu".
Ashoka yang tidak sabar bermaksud melemparkan batu lain ke atas, namun dia kaget melihat Devi sudah berdiri di hadapannya dengan nampan makanan sedang ketakutan.
"Mengapa kau terlambat?", tanya Ashoka.
"Aku perlu banyak waktu untuk menyiapkan makanan dan menuruni tangga", jawab Devi.
Dharma keluar dari dalam rumah dan langsung mendekati mereka berdua. "Kau seharusnya tidak perlu takut atau kasihan kepadanya", kata Dharma kepada Devi dan mencoba mengambil nampan makanan dari tangan Devi.
Tapi Ashoka merebutnya dari tangan Devi dan ia mulai duduk di teras menyantap makanan itu.
Dharma kesal melihat prilaku Ashoka dan pergi dari sana. Melihat Ashoka yang makan terburu-buru, Devi menyuruhnya agar makan dengan pelan. "Makananmu tidak akan lari jauh", katanya.
Ashoka menjawab, "Kalau manusia makan dengan pelan, tapi aku adalah hewan"
Devi menanggapi dengan berguman, "Kau bukan hewan tapi Chanda".
Ashoka yang mendengar gumanan itu bengong melihat ke arah Devi. Devi menjadi salah tingkah. Hening sejenak, Devi bertanya, "Mengapa kau tidak memberitahu ibumu bahwa kau mengambil uang dari pekerja tapi memberikannya lagi kepada wanita itu?". Ashoka tidak suka dengan pertanyaan Devi, dan dia balik bertanya, "Apakah kau memata-mataiku?"
Devi menyangkal, "Tidak! Sawitri yang memberitahuku saat dia datang untuk membeli barang di toko. Bibi harus tahu kebenaran itu". Ashoka masih meneruskan makannya.
"Bibi harus tahu yang sebenarnya", kata Devi lagi.
Ashoka bertanya, "Siapa yang akan memberitahunya? Kamu?". Devi mengangguk, membuat Ashoka marah dan meletakkan nampan makanannya.
Ashoka berdiri mendekati Devi, dia melarang Devi memberitahukan kejadian itu kepada ibunya. Devi yang ketakutan terpaksa menuruti kemauan Ashoka.
Ashoka melihat kalung di leher Devi. "Kalungmu terlihat mahal, siapa yang memberikannya padamu?", tanya Ashoka.
Devi menjawab, "Ayahku". Ashoka tersenyum meremehkan, lalu pergi.
Devi berpikir, "Aku tidak mungkin mengerti apa yang dia katakan!"
Ashoka menjawab,"Wit, beritahu ibu, orang pulang ke rumah hanya ketika dia kelaparan dan lelah".
Dharma memberitahunya melalui Witashoka, "Dia tidak akan mendapatkan makanan disini". Witashoka hanya diam, sementara Dharma malah masuk ke dalam rumah.
Ashoka masih terduduk, lalu tersenyum memandang jendela lantai atas rumah besar itu. Dia melemparkan batu pada ke arah jendela. Di dalam ruangannya di lantai atas, Devi yang sedang tidur terbangun karena kegaduhan di jendela, demikian juga ayahnya. Dhaniram mencoba melarang Devi pergi keluar tapi Devi tetap pergi. "Mengapa dia tidak pernah menuruti ayahnya", guman Dhaniram mengeluh dari pembaringannya melihat putrinya keluar.
Di halaman, di teras dan di ujung tangga, Ashoka mondar-mandir dengan gelisah.
Ashoka lalu duduk di bangku dan berguman, "Ini terlalu lama, Devi menghabiskan banyak waktu, Aku tidak sabar lagi."
Devi menuruni tangga dengan melangkah pelan sambil membawa makanan di nampan. Dia berguman, "Dia terlihat persis seperti seorang Chanda (kejam). Aku tidak pernah melihat pengaruh yang demikian dari orang dengan nama itu".
Ashoka yang tidak sabar bermaksud melemparkan batu lain ke atas, namun dia kaget melihat Devi sudah berdiri di hadapannya dengan nampan makanan sedang ketakutan.
"Mengapa kau terlambat?", tanya Ashoka.
"Aku perlu banyak waktu untuk menyiapkan makanan dan menuruni tangga", jawab Devi.
Dharma keluar dari dalam rumah dan langsung mendekati mereka berdua. "Kau seharusnya tidak perlu takut atau kasihan kepadanya", kata Dharma kepada Devi dan mencoba mengambil nampan makanan dari tangan Devi.
Tapi Ashoka merebutnya dari tangan Devi dan ia mulai duduk di teras menyantap makanan itu.
Dharma kesal melihat prilaku Ashoka dan pergi dari sana. Melihat Ashoka yang makan terburu-buru, Devi menyuruhnya agar makan dengan pelan. "Makananmu tidak akan lari jauh", katanya.
Ashoka menjawab, "Kalau manusia makan dengan pelan, tapi aku adalah hewan"
Devi menanggapi dengan berguman, "Kau bukan hewan tapi Chanda".
Ashoka yang mendengar gumanan itu bengong melihat ke arah Devi. Devi menjadi salah tingkah. Hening sejenak, Devi bertanya, "Mengapa kau tidak memberitahu ibumu bahwa kau mengambil uang dari pekerja tapi memberikannya lagi kepada wanita itu?". Ashoka tidak suka dengan pertanyaan Devi, dan dia balik bertanya, "Apakah kau memata-mataiku?"
Devi menyangkal, "Tidak! Sawitri yang memberitahuku saat dia datang untuk membeli barang di toko. Bibi harus tahu kebenaran itu". Ashoka masih meneruskan makannya.
"Bibi harus tahu yang sebenarnya", kata Devi lagi.
Ashoka bertanya, "Siapa yang akan memberitahunya? Kamu?". Devi mengangguk, membuat Ashoka marah dan meletakkan nampan makanannya.
Ashoka berdiri mendekati Devi, dia melarang Devi memberitahukan kejadian itu kepada ibunya. Devi yang ketakutan terpaksa menuruti kemauan Ashoka.
Ashoka melihat kalung di leher Devi. "Kalungmu terlihat mahal, siapa yang memberikannya padamu?", tanya Ashoka.
Devi menjawab, "Ayahku". Ashoka tersenyum meremehkan, lalu pergi.
Devi berpikir, "Aku tidak mungkin mengerti apa yang dia katakan!"
CUPLIKAN : Di ruang sidang istana Magadha, Pattaliputra, Bindushara
bertanya, "Siapa yang mengenakan pajak pada bahan makanan?". Mahamatya
menyebut nama Sushima. Bindushara meminta untuk bertemu Sushima saat itu
juga. Bindu bertanya pada Sushima mengenai keputusannya. "Siapa kau
yang berani mengambil keputusan semacam itu?", tanya Bindushara marah
menuding putranya. Di Ujjain, Nanda memberitahu sesuatu kepada Ashoka.
Ashoka segera bangkit menyambar palu besarnya dan pergi ke suatu tempat,
Dharma kaget melihatnya. SINOPSIS ASHOKA episode 334 by. Kusuma Rasmana