SINOPSIS MAHAPUTRA episode 465 (6 Agustus 2015)
Di istana Mewar, Pratap sedang menatap nanar Raja Udai Singh yang terbaring di ranjangnya melalui jendela kamar ayahnya, saat itu Ajabde (istri Pratap) menemuinya dan berkata “Pratap, kenapa kamu belum juga berbicara dengan ayahmu ? Kenapa kamu melihatnya secara diam diam ? Ayo ikut aku, ayah sedang menunggu kamu” Pratap teringat semua peristiwa yang terjadi “Tidak, Ajabde ! Bagaimana jika semua ini berimbas padanya ? Ayah menjadi seperti ini karena aku, aku hanya merasa hanya cara prajurit pemberani yang akan menyelamatkan saya, aku hanya heran aku ini di berkati atau hanyalah sebuah kutukan bagi Rajputana, aku ini dalam sebuah dharma sankat ayah” ujar Pratap “Pratap, hanya ayahlah yang mempunyai jawaban untuk semua pertanyaanmu ini, kamu akan merasa tenang setelah kamu ngobrol dengannya” bujuk Ajabde
Di kamar Raja Udai Singh, Raja Udai Singh masih terbaring sakit sambil memandangi pintu kamarnya terbuka, saat itu Maharani Bhatyani sedang menemaninya sambil duduk di sebelahnya memberi dukungan dengan memegangi tangan Raja Udai Singh. Raja Udai Singh terus menatap kearah pintu berharap Pratap akan datang menemuinya, hingga akhirnya Pratap datang menemui ayahnya, Raja Udai Singh sangat senang melihat kedatangan anaknya, Pratap langsung duduk di sebelah ayahnya, Raja Udai Singh segera memegang tangan Pratap dengan perasaan haru dan bahagia “Ayah, bagaimana kabarmu ?”, “Ayah merasa lebih baik setelah melihat kamu ,,, Pratap, ayah ingin mengatakan sesuatu padamu, ayah telah melihat banyak sekali perang dalam kehidupan ayah sejak ayah masih kecil dulu, ayah adalah seorang Rajput maka ayah menerima dan hidup pada apa yang disahkan padaku, tapi ketika ayah melihat kebelakang hari ini dalam hidupku, ayah merasa jika aayah memberikan begitu banyak perhatian ayah pada perang, kadang ayah melupakan keinginan bangsa kita untuk hidup damai dan bahagia, ayah ingin merubah tradisi lama ini, ini akan lebih baik jika ayah memberikan bangsa kita sesuatu yang positif” Pratap mendengarkan semua ucapan ayahnya, sementara Ratu Bhatyani menangis haru
“Mati dan kelahiran adalah bagian dalam kehidupan, hal itu akan terikat hingga kita mati, yang terpenting adalah apa yang akan ditinggalkan olehnya untuk keluarganya dan generasi berikutnya, ayah ingin meninggalkan kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan untuk kamu, Pratap” Pratap hanya terdiam, Ratu Bhatyani yang menemani Raja Udai Singh berkali kali menyeka airmatanya
“Ayah tidak ingin meninggalkan kamu dengan peperangan dan pertumpahan darah, kamu memiliki segalanya, kamu akan mendapatkan semuanya yang positif dalam kehidupan jika kamu mengikuti jalan ini, rakyat akan merestui kamu, berhentilah untuk keras kepala ! Lupakanlah Akbar (Jalalludin Muhammad Akbar)” ujar Raja Udai Singh, Ratu Bhatyani terus menerus menangis mendengarkan pembicaraan mereka, Raja Udai Singh meminta Pratap agar melupakan perang, Pratap teringat akan ucapan Vaid (tabib istana) “Pangeran Pratap, kamu harus merawat Maharaja Udai Singh, usahakan jangan sampai beliau banyak pikiran hingga setres” Pratap menatap ayahnya yang terbaring lemah “Baiklah, ayah ,,, aku kan melupakan semuanya, aku hanya ingin ayah segera sembuh” Raja Udai Singh menghela nafas lega “May Ekling telah memberikan kamu apapun yang kamu inginkan, kota kita di kelilingi oleh gunung gunung yang tinggi, kita benar benar aman, Akbar tidak akan bisa mencapai tempat ini, tidak akan pernah !” Pratap menegaskan pendapatnya “Aku akan melupakan semuanya, ayah ,,, ayah harus segera sembuh” tak lama kemudian Raja Udai Singh tertidur.
Di sebuah ruangan, seorang pelayan memberikan sebuah pekerjaan untuk Kanak Raj yang akan membantunya dalam memenuhi tanggung jawabnya, Kanak Raj teringat pada apa yang terjadi di ruang sidang, Kanak Raj marah kemudian dia melemparkan semua berkas berkas yang ada diatas mejanya, tepat pada saat itu Jagmal (anak kandung Ratu Bhatyani) berdiri disana sambil memandanginya dengan perasaan heran, Kanak Raj segera mengambil berkas berkas yang berserakan di lantai “Maaf, aku melakukannya tidak sengaja” Jagmal tersenyum sinis “Kamu bohong !” Kanak Raj menerima pendapatnya “Aku sangat marah tadi, aku merasa seperti membakar semua binatang” ujar Kanak Raj, Jagmal meyakinkan Kanak Raj “Waktunya telah tiba ,,, Dada Bhai (Pratap) telah menghina kita berdua hari ini di dalam sidang tadi, tidak satupun dari kita yang akan mendapatkan apa yang pantas kita dapatkan, aku juga merasakan kemarahan yang sama seperti yang kamu rasakan” ujar Jagmal sinis “Dada Bhai bisa berbuat apa saja yang dia inginkan tapi hanya aku yang akan menjadi Raja Mewar ! Bergabunglah denganku” ujar Jagmal, Kanak Raj merasa bingung dan gelisah “Aku telah memutuskan untuk bergabung dengan Yang Mulia Raja Jalalludin Muhammad Akbar !” ujar Jagmal
Sementara itu di Agra, Akbar sedang berbincang bincang dengan Maan Singh, Akbar ingin tahu kelemahan pasukan Pratap “Aku telah melakukan cukup banyak kehancuran dari luar, sekarang aku ingin menyerang Pratap dari dalam !” ujar Akbar, Maan Singh mengabarkan tentang Jagmal pada Akbar “Jagmal bisa membantu kita, Yang Mulia” Akbar sangat senang “Kita tidak pernah melihatnya di medan perang, dia tidak pernah datang sebelumnya di depan mataku dan tidak pernah terluka” Maan Singh membenarkan ucapan Akbar “Jagmal ingin menjadi Raja Mewar” ujar Maan Singh, Akbar senang dengan ide tersebut dengan berpihak menjadi pendukungnya
Di istana Mewar, Jagmal masih berbincang bincang dengan Kanak Raj “Pikiran Yang Mulia Raja Akbar dengan pikiranku itu sama, kami berdua tahu dimana persahabatan kami bisa mengarahkan pada kami, aku tidak gila seperti Dada Bhai yang selalu berfikir tentang perang sepanjang waktu, Yang Mulia Raja Akbar hanya melihat kemungkinannya pada diriku seperti aku yang melihat pada dirinya dan ini adalah sebuah persahabatan” ujar Jagmal senang
Di istana Agra, Akbar masih bersama Maan Singh membicarakan tentang paman Jagmal dan kebetulan sekali dia adalah teman Maan Singh, Akbar ingin agar Maan Singh mengajak Raimal (paman Jagmal) untuk bergabung dengan pasukan mereka, Maan Singh setuju untuk mengatur misi tersebut yang akan dilakukannya sendiri hari ini.
Sementara itu, pamannya Jagmal, Raimal sedang berada di rumah pelacuran, dia tertarik dengan seorang gadis yang melintas didepannya dan langsung dipegangnya tangan gadis itu, tepat pada saat itu orang Rajput lainnya ternyata telah membooking gadis itu untuk menemani dirinya malam ini, dia menantang Raimal untuk bertarung namun Raimal memperdaya laki laki ini dengan nama laki laki lain, laki laki yang disebut namanya itu marah dan mereka saling bertarung satu sama lain diluar, Raimal berhasil mendapatkan gadis pelacur itu, ketika dia hendak meninggalkan rumah pelacuran bersama si gadis, Raimal bertemu dengan Maan Singh di pintu keluar, mereka berdua saling berpelukan, Maan Singh mengabarkan padanya tentang ajakan Akbar untuk bergabung dalam teamnya mengalahkan Pratap “Aku pikir ini saatnya aku pergi ke tempat adikku” ujar Raimal, si gadis meminta uang, Raimal menyarankan pada gadis itu untuk bersiap siap menghadapi segala macam bahaya sebanyak mungkin kalau dia menginginkan banyak uang yang ingin dia dikumpulkan, kemudian Raimal meninggalkan tempat itu bersama Maan Singh.
Di istana Udaipur, Pratap dan Amar (anak kandung Pratap) sedang berlatih bermain perang, Amar meminta padanya untuk memberikan beberapa tips “Aku sudah mulai mengerti akan tetapi aku ingin belajar lebih banyak lagi” lalu Amar berkata kalau dia ingin membantu Pratap dalam bertarung melawan pasukan Mughal, Pratap teringat dengan kata kata ayahnya, tak lama kemudian salah satu komandannya menemui Pratap dan mengabarkan padanya tentang beberapa Raja Raja Rajput yang ikut bergabung dengan Akbar, Pratap terkejut, komandan itu mengatakan “Kita tidak punya pilihan lain tapi hanya dengan memberikan ini didepan Akbar !”
Di kamar Ratu Jaiwanta, Jaiwanta sedang membaca Bhagvad Geeta (semacam kitab suci) tepat pada saat itu Pratap menemui ibunya di kamarnya, Jaiwanta sedang membaca insiden perang Barata Yudha dimana Shri Krishna berkata pada Arjuna bahwa dialah akhir dan permulaan dari segalanya "Setiap kelahiran berasal dari aku dan berakhir padaku juga, kamu tidak membunuh siapapun ataupun membuat siapapun sekarat, itu adalah aku yang sekarat dan terbunuh” Pratap duduk bersimpuh didepan patung Dewa Khrisna sambil memberikan hormat padanya, Ratu Jaiwanta mengakhiri bacaannya dan menyembah pada patung Dewa Khrisna “Ibu, aku tidak bisa membuat ayah setuju dengan ideku” ujar Pratap, Jaiwanta hanya tersenyum dan berkata pada Pratap tentang apa yang baru saja dia baca dari Geeta, Jaiwanta mencoba menyadarkan Pratap bahwa semuanya itu berasal dari tindakannya bukan dari perkataannya “Kadang kadang kita gagal untuk memahami sesuatu dari sebuah ucapan, kamu harus menunjukkan pada ayahmu untuk membuat ayahmu percaya padamu” ujar Jaiwanta