
Ajabde menemuinya dalam mimpi, Phool yang tidur di sebelahnya sambil duduk di lantai segera bangun dan segera menghampiri Pratap “Rana Ji, ada apa ?”, “Phool, panggil semua orang, aku ingin segera bertemu dengan mereka secepat mungkin, aku sudah tidak mempunyai waktu lagi” Phool sangat bingung dengan ucapan Pratap, Phool segera beranjak pergi meninggalkan Pratap sendirian di kamarnya
Di kamar Pratap, saat itu semua orang terdekat Pratap telah berkumpul mengelilingi Pratap yang masih terbaring lemas di tempat tidur, Pratap memanggil Punja Ji, Punja Ji segera menghampirinya dan duduk disamping Pratap, Pratap memegang tangan Punja Ji erat “Punja Ji, aku akan selalu berterima kasih padamu dan seluruh pasukan Bheel yang lain, Mewar selamat karena keberanian kalian semua” Punja Ji menangis mendengar ucapan Pratap, kemudian Pratap memanggil sahabatnya sejak kecil, Chakrapani, Chakrapani menangis tersedu sedu melihat kondisi sahabatnya ini “Aku tidak akan membiarkan kamu pergi kemanapun, Maharana”, “Chakrapani, aku akan selalu hidup di setiap ucapan dan tugas setiap orang, aku ingin kamu menulis sebuah buku yang subyeknya berbeda, itu akan membantu semua orang dalam memperoleh pengetahuan, dengan begitu generasi berikutnya akan bisa menggunakannya” Chakrapani berjanji pada Pratap kalau dirinya akan melakukan apa yang Pratap minta, kemudian Pratap melirik ke arah Chundavat Ji,

Guru Raughvendra mengangguk sedih “Aku akan selalu mengajarimu tapi hari ini aku sadar hari kamu telah benar benar mengorbankan dirimu sendiri, aku berjanji padamu, aku akan melakukan semua yang kamu inginkan” mereka berdua berkata “Jaya Mewar !”
Hingga akhirnya tiba giliran Amar Singh, Amar Singh langsung melompat ke atas tempat tidur dan duduk di sebelah ayahnya “Ayah ! Ayah tidak boleh meninggalkan aku ! Aku akan tinggal sendirian, ayah !” pinta Amar Singh sambil menangis tersedu sedu “Tanah airmu akan selalu ada bersamamu, Amar ,,, kamu tidak akan sendirian, hubungan ini tidak akan pernah berakhir” kemudian Pratap meminta Amar berjanji padanya “Amar, berjanjilah pada ayah ! Kalau kamu tidak akan pernah tunduk pada Mughal, kamu harus melindungi tanah airmu ini ! Kamu harus menyelamatkan tanah airmu, kamu harus menjadi seorang penguasa yang baik, berjanjilah pada ayah, Amar !” Amar berjanji pada ayahnya sambil memegang tangan ayahnya dengan kedua tangannya dan terus menerus menangis “Aku bangga menjadi seorang Rajput, aku telah menghabiskan seluruh hidupku untuk menyelamatkan tanah airku” ujar Pratap yang tiba tiba kesulitan dalam bernafas dan berkata kata, hingga suaranya terdengar terbata bata, semua orang tegang dan menangis, hingga terdengar suara Pratap yang terakhir dengan terbata bata “Ja - ya - Me - war !” dengan tangannya yang mengepal dan mengacung ke atas kemudian terjatuh dan terkulai lemas, semua orang yang hadir disana berteriak memanggil namanya “Maharanaaaa !!!” orang orang terdekat Pratap langsung jatuh lemas dan menangis tersedu sedu begitu Pratap meninggalkan mereka untuk selama lamanya, Maharana Pratap telah tiada
Berita kematian Pratap tersiar hingga kemana mana, bahkan hingga ke Agra, dua orang prajurit Jalal saling bertengkar untuk menentukan siapa yang akan menyampaikan hal ini ke Jalal, tepat pada saat itu Jalal sedang berkumpul dengan para petinggi kerajaan termasuk Jagmal, anak Ratu Bhatyani, adik tiri Pratap yang bergabung dengan Jalal, Jalal langsung menghardik kedua prajuritnya dan bertanya kabar apa yang mereka bawa, dengan perasaan senang, mereka mengabarkan kalau Pratap telah meninggal dunia, semua orang yang mendengarnya terkejut namun sedetik kemudian, mereka semua merasa senang karena akhirnya musuh bebuyutan mereka telah meninggal, namun tidak bagi Jalal, Jalal teringat ketika pertama kali bertemu dengan Pratap di medan pertempuran untuk kali pertama, Jalal teringat keberanian Pratap dan semua pertarungan mereka berdua di masa lalu, saat itu Tansen sedang menyanyikan sebuah lagu sedih untuk mengenang kepergian Pratap, dalam lagu itu Tansen malah memberikan pujian untuk Pratap,
Jalal langsung menatap tajam ke arah Tansen yang baru saja selesai menyanyikan lagu sedihnya, semua orang tegang ketika Jalal menghampiri Tansen, dari arah belakang Jalal, Jagmal berfikir kalau Tansen akan di hukum oleh Jalal saat ini juga, namun ternyata tidak, Jalal malah memberikan kalungnya untuk Tansen sebagai hadiah, Tansen yang tadinya tegang, merasa senang ketika mengetahui kalau Jalal tidak marah padanya “Kamu adalah satu satunya penghibur diantara kami semua yang ada disini yang bisa mengerti tentang perasaanku, dalam perjalananku menjadi Yang Mulia Raja India, aku tidak pernah bertemu dengan seseorang yang seperti Maharana Pratap, keinginannya untuk bertarung dalam setiap situasi, keberaniannya, itu benar benar membuat aku termotivasi, aku tahu dan menerima kalau dia akan memiliki sebuah posisi yang tinggi daripada aku meskipun semua orang tahu tentang sejarahnya, Maharana Pratap telah menguasai hati semua orang semasa hidupnya dan bahkan sampai sekarang ketika dia telah tiada, dalam hal ini dialah pemenangnya !” kemudian Jalal mencopot mahkota turbannya sebagai bentuk penghormatannya untuk mendiang Maharana Pratap
Di kerajaan Mewar, Amar Singh memberikan taburan bunga di bawah lukisan ayahnya kemudian Amar Singh berjalan ke ruang sidang yang telah dipenuhi oleh para petinggi kerajaan Udaipur, Amar Singh duduk di singgasana kerajaan dan berteriak “Jaya Mewar ! Jaya Mewar ! Jaya Mewar !” semua orang yang hadir disana ikut berteriak lantang mengikuti teriakan Amar Singh
~the end~
Catt. Dalam sejarah akhirnya nanti Amar Singh menyerah pada Mughal dan mengakui kekuasaan Mughal di India