Sepeninggal Aaliya, Zain memperhatikan ke sekelilingnya ke kelopak bunga mawar yang berserakan di lantai “Ini bukan sekedar bunga mawar, ini adalah harapan hatiku yang telah kamu hancurkan” tak lama Aaliya kembali ke kamar dengan sebuah sapu dan melihat lantainya telah bersih, tidak ada satu kelopak bungapun yang terletak disana “Dimana kelopak bunga mawar itu ?” tanya Aaliya sambil mengangkat sapunya “Aku telah meminta pembantu untuk menyapunya tadi” ujar Zain “Oh ya sudah” ujar Aaliya kemudian masuk ke dalam kamar mandi, tiba tiba Zain mengeluarkan nampan kecil yang berisi kelopak mawar tersebut seraya berkata “Aku tidak bisa membuang bunga mawar ini yang aku bawa untuk istriku” Aaliya tiba tiba muncul lagi, Zain segera menyembunyikan nampan kecil berisi bunga mawar itu di balik punggungnya “Zain, apakah kamu yang membawa bunga mawar itu ?” Zain mengangguk mengiyakan pertanyaan Aaliya “Iya, aku yang membawanya”, “Buat siapa bunga mawar itu ?” tanya Aaliya penasaran “Aku membawanya untuk Aroob dan Sana karena mereka berdua menyukai bunga mawar itu” Aaliya jadi tidak enak sama Zain “Ooh maafkan aku”, “Tidak apa apa, aku akan mendapatkannya kembali” ujar Zain santai
Sementara itu di kamar, Barkath nampak sedang menahan marah ketika teringat ayahnya, Meer Khan di tangkap dan Aaliya mengatakan kalau dia akan menghukum siapa saja yang mempermainkan keluarga suaminya dan keluarganya, Barkath mulai menyulut rokoknya sambil berkata “Aaliya telah menangkap ayahku dan aku tidak bisa berbuat apa apa, aku harus membebaskan ayah segera, kalau tidak nanti rahasiaku akan terbongkar” ujar Barkath geram
Keesokan harinya, Surayya sedang menyiapkan sarapan di dapur, tiba tiba Nafisa menghampirinya dan berkata “Mami, kita harus melakukan sesuatu untuk Barkath seperti yang dikatakan ayah, kita seharusnya segera menikahkan Barkath dan aku tahu kalau Barkath pasti menginginkan seorang pengantin pria yang mencintainya” tepat pada saat itu Shaziya menghampiri mereka seraya berkata “Mami, Nafisa sebenarnya ingin mengatakan kalau dia seharusnya mendapatkan harta warisan dari Barkath, maka Nafisa ingin agar Rizwan, adiknya menikahi Barkath tapi Rizwan itu sahabatnya Zain dan dia pasti juga menganggap Barkath sebagai adiknya, bukan begitu Nafisa ?” Surayya yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara “Shaziya itu benar dan Nafisa seharusnya memikirkan orang lain sebagai calon suami Barkath” Shaziya senang mendengarnya sambil berkata “Waah sayang sekali, Nafisa tidak akan bisa mendapatkan 51% saham properti untuk adiknya, Rizwan” Nafisa sangat kesal mendengarnya
Keesokan harinya, Surayya sedang menyiapkan sarapan di dapur, tiba tiba Nafisa menghampirinya dan berkata “Mami, kita harus melakukan sesuatu untuk Barkath seperti yang dikatakan ayah, kita seharusnya segera menikahkan Barkath dan aku tahu kalau Barkath pasti menginginkan seorang pengantin pria yang mencintainya” tepat pada saat itu Shaziya menghampiri mereka seraya berkata “Mami, Nafisa sebenarnya ingin mengatakan kalau dia seharusnya mendapatkan harta warisan dari Barkath, maka Nafisa ingin agar Rizwan, adiknya menikahi Barkath tapi Rizwan itu sahabatnya Zain dan dia pasti juga menganggap Barkath sebagai adiknya, bukan begitu Nafisa ?” Surayya yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara “Shaziya itu benar dan Nafisa seharusnya memikirkan orang lain sebagai calon suami Barkath” Shaziya senang mendengarnya sambil berkata “Waah sayang sekali, Nafisa tidak akan bisa mendapatkan 51% saham properti untuk adiknya, Rizwan” Nafisa sangat kesal mendengarnya
Di kamar Aayath, saat itu Barkath sedang ngobrol dengan Aayath, adik Aaliya, Barkath bertanya tentang Aaliya pada Aayath “Kak Aaliya itu mempunyai pendirian yang kuat dan dia tidak akan pernah menerima kekalahannya dengan mudah, dia juga bisa dengan mudah mengetahui kalau orang itu salah” tepat pada saat itu Aaliya memasuki kamar Aayath sambi membawa dua cangkir teh, Aayath dan Barkath segera menikmati teh tersebut dan tak lama, salah satu pelayan mereka membawakan bubur untuk Aayath dan Barkath, mereka segera menikmati bubur tersebut, tiba tiba ponsel di dekat Aaliya berdering, Aaliya mengira itu adalah ponselnya yang berbunyi, Aaliya segera mengangkat ponselnya spontan tanpa memperhatikan yang mana ponselnya dan ketika diangkatnya, Aaliya sangat terkejut ketika mendapat telfon dari pengacara “Dari pengacara ?” tanya Aaliya heran, Barkath yang saat itu sedang makan bubur bareng Aayath langsung kaget ketika mendengar Aaliya menyebut pengacara dan melirik ke arah tempat tidur ternyata ponsel Aaliya ada di sana yang sama persis bentuknya dengan ponsel Barkath, Aaliya juga baru menyadari kalau ponsel itu bukan ponselnya “Barkath, kamu dapat telfon dari pengacara” Barkath pura pura kaget dan berkata “Hmmm ,,, sehari ini aku mendapat telfon salah sambung terus, karena aku tidak menelfon pengacara manapun” jelas Barkath sambil menyembunyikan perasaan was wasnya “Baiklah” ujar Aaliya tanpa ada rasa curiga kemudian berlalu dari sana “Aaliya memang tidak bisa menerima kebohonganku dengan mudah” bathin Barkath dalam hati dengan geram
Pagi itu, Aaliya kembali ke kamarnya dan melihat Zain masih tertidur pulas, Aaliya segera menyibakkan tirai jendela kamarnya, sinar matahari mulai menembus ke dalam kamarnya, ketika Aaliya hendak keluar, tiba tiba kakinya terkantuk sesuatu, ketika dilihatnya ternyata sebuah nampan kecil yang berisi kelopak mawar merah, Aaliya segera mengambil nampan itu, Aaliya teringat ketika semalam Zain berbohong soal pelayan yang sudah menyapu kelopak mawar itu, dan Aaliya juga ingat pada ucapan Usman yang memintanya untuk mengungkapkan isi hatinya ke Zain “Ayah, memang benar” bathin Aaliya dalam hati sambil memperhatikan nampan tersebut,
Pagi itu, Aaliya kembali ke kamarnya dan melihat Zain masih tertidur pulas, Aaliya segera menyibakkan tirai jendela kamarnya, sinar matahari mulai menembus ke dalam kamarnya, ketika Aaliya hendak keluar, tiba tiba kakinya terkantuk sesuatu, ketika dilihatnya ternyata sebuah nampan kecil yang berisi kelopak mawar merah, Aaliya segera mengambil nampan itu, Aaliya teringat ketika semalam Zain berbohong soal pelayan yang sudah menyapu kelopak mawar itu, dan Aaliya juga ingat pada ucapan Usman yang memintanya untuk mengungkapkan isi hatinya ke Zain “Ayah, memang benar” bathin Aaliya dalam hati sambil memperhatikan nampan tersebut,
Sementara itu di kantor polisi, pengacara memberikan surat penjaminan Meer Khan kepada inspektur polisi “Siapa yang menjamin tuan Meer Khan”, “Saudaranya Meer Khan yang menjaminnya” ujar si pengacara yang kemudian menelfon seseorang dan tak lama seorang pria masuk ke dalam kantor polisi “Dialah yang menjamin Meer Khan keluar dari penjara, namanya tuan Ghulam Haider” ujar pengacara sambil menepuk nepuk orang tersebut, inspektur polisi akhirnya melepaskan Meer Khan dari penjara, tak lama kemudian Meer Khan keluar dari penjara dan melihat Barkath sedang berdiri di depannya, Meer Khan tertawa senang sambil memeluk anaknya seraya berkata “Aku tahu kalau anakku Bobby pasti akan menjaminnya agar bisa keluar dari penjara” Barkath alias Bobby senang ayahnya bisa keluar dari penjara lalu menegur si pengacara “Kamu sebaiknya tidak mengatakan apa apa sampai aku menelfonmu !” bentak Barkath lantang
Di rumah tuan Usman, Barkath Villa, akhirnya Zain terbangun dan melihat Aaliya sedang berdiri di sampingnya sambil memegang nampan yang berisi kelopak bunga mawar “Kenapa kamu mengatakan kalau kamu telah melempar keluar kelopak bunga mawar ini ?”, “Aku memang meminta pelayan untuk melemparnya keluar tapi aku lupa, aku akan komplain tentang pelayan itu pada bibi Chand” ujar Zain sambil berjalan ke arah pintu “Zain, aku ingin mengatakan sesuatu” Zain segera berbalik dan menoleh kearah Aaliya, mereka berdua saling memandang satu sama lain dengan mesra
SINOPSIS BEINTEHAA episode 96 by. Sally Diandra