SINOPSIS MAHAPUTRA episode 128 (26 Desember 2013) by. Sally Diandra
Pratap memasuki ruangan khusus para leluhur dimana semua foto para leluhurnya terpampang disana dan diujung sana ada patung besar Dewa Wisnu, Pratap menaruh semua senjatanya di meja kemudian mengumpulkannya menjadi satu dalam sebuah pot besar yang terbuat dari tanah liat, Pratap mengambil lampu diya yang terdapat di dekat patung Dewa Wisnu, kemudian diperhatikannya lampu diya itu baik baik sambil teringat pada Khrisna yang telah mengorbankan nyawanya juga teringat pada raja Bahadur yang telah mengorbankan nyawanya pula ketika mereka hendak menurunkan bendera pasukan Shamli dan mengibarkan bendera Mewar, Pratap sangat sedih dan menangis meratapi semua itu kemudian Pratap menjatuhkan lampu diya itu dan membakar semua senjata yang dimilikinya termasuk belati yang diberikan oleh guru Raughvendra dan pedang yang diberikan oleh ayahnya, perasaannya sangat bersalah
Sementara itu saat itu Raja Udai Singh sedang ngobrol dengan Ratu Sajja dan Ratu Jaiwanta di ruang keluarga, tiba tiba Dheer Bai (Ratu Bhatyani) menemui mereka dan merasa terkejut ketika mendengar kabar kalau Pratap akan bergabung dengan pasukan Mewar, Ratu Bhatyani berusaha mengorek informasi tersebut dari Raja Udai Singh “Rana Ji, Pratap itu baru berusia 14 tahun dan itu bukan usia yang layak untuk bergabung dengan pasukan perang dan bertarung di medan perang dan ini bukan keputusan yang pintar” ujar Ratu Bhatyani, Raja Udai Singh dan Ratu Jaiwanta saling berpandangan satu sama lain, Ratu Sajja juga tertegun mendengarnya “Ratu Bhatyani memang orang yang paling pintar” puji Ratu Sajja tulus dengan sikap polosnya sambil berdiri “Sudah sangat lama sekali aku mendengar tentang tindakan pangeran Pratap yang penuh keberanian, lalu mengapa sekarang pangeran Pratap tidak bisa bergabung dengan pasukan perang kerajaan, kak Bhatyani ?” ujar Ratu Sajja lagi, Ratu Bhatyani berusaha untuk menjelaskan apa alasannya namun Raja Udai Singh segera memotong ucapan Ratu Bhatyani dan berkata “Dheer Bai, kamu tidak bisa memutuskan seperti itu karena rasa sayangmu pada pangeran Pratap, apalagi kamu adalah seorang ibu Rajput, jadi kamu seharusnya lebih kuat” Ratu Bhatyani hanya tersenyum mendengar ucapan suaminya
“Apa yang dikatakan Rana Ji memang benar, ada pepatah yang mengatakan kalau matahari tidak bisa bersembunyi di bawah kelambu selamanya, suatu hari dia harus bersinar” ujar Ratu Bhatyani “Kalau begitu itu artinya aku telah mendapatkan persetujuan dari tiga ratuku untuk persoalan ini, sekarang aku akan mengabarkan pada semua menteriku tentang hal ini” ujar Raja Udai Singh sambil berdiri, Ratu Jaiwanta juga ikut berdiri kemudian Raja Udai Singh segera berlalu meninggalkan mereka, Ratu Sajja terlihat sangat senang “Kalau begitu aku juga akan menyampaikan kabar baik ini pada setiap orang di istana” ujar Ratu Sajja, Ratu Jaiwanta dan Ratu Bhatyani hanya saling memandang satu sama lain dengan pemikiran mereka masing masing
Di ruangan para leluhur, Pratap masih meratapi nasibnya, Pratap meminta maaf pada semua leluhurnya karena dirinya tidak bisa menjadi penerus dari mereka karena dia telah mengorbankan banyak kehidupan untuk mempertahankan tradisi mereka, Pratap meminta maaf sambil memutar badannya dan memohon maaf pada semua leluhurnya satu per satu sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada “Jika itu terjadi padaku maka itu semua akan baik baik saja tapi sayangnya setiap saat orang orang yang dekat denganku selalu mengorbankan nyawa mereka, kemanapun aku pergi untuk mengerjakan salah satu tugasku untuk menindak ketidak adilan, lagi lagi aku harus kehilangan orang orang yang kusayangi yang tidak bersalah apa apa yang telah mengorbankan nyawa mereka untukku, oleh karena itulah aku harus mengambil keputusan yang sangat sulit ini yaitu aku tidak akan mengambil bagian dalam perang di masa mendatang, sekali lagi aku minta maaf” ujar Pratap sambil menangis dan merasa tidak berdaya sama sekali sambil bersimpuh di depan patung Dewa Wisnu, sementara di luar dari balik jendela petir dan gemuruh menggelegar dan menyambar nyambar dengan suaranya yang keras, membuat Pratap sedikit bergidik
Di Raj Durbar (ruang sidang kerajaan Mewar) Raja Udai Singh mengumumkan secara resmi kalau Pratap ikut bergabung dengan pasukan perang kerajaan Mewar, Ratu Jaiwanta yang mendengarnya dari ruang keluarga merasa bangga dan senang, sementara Ratu Bhatyani tidak suka dan marah mendengar semua ini, Ratu Bhatyani segera pergi meninggalkan ruangan tersebut, sementara semua orang mulai mengelu elukan nama Raja Udai Singh dan juga nama Pratap “Hidup Maharana Udai Singh ! Hidup Putra Mahkota Pangeran Pratap !” begitu terus saling bersahut sahutan, tak lama kemudian Pratap sedang berjalan di koridor istana dengan wajah yang lesu dan tidak bergairah, Pratap mendengar namanya di elu elukan di di ruang sidang ayahnya, kebetulan salah satu pelayan berpapasan dengannya di koridor istana “Pangeran Pratap, Raja Udai Singh memanggil anda untuk pergi ke kamar Ratu Jaiwanta” Pratap berhenti setelah mendengar ucapan pelayan tersebut “Untuk apa aku harus kesana ?”, “Tidak tahu, pangeran ,,, yang pasti mereka menunggu anda disana” ujar pelayan itu lagi
Di kamar Jaiwanta, Jaiwanta terduduk di depan kuil patung Dewa Wisnu, Jaiwanta sedang terkenang pada masa masa indahnya bersama Pratap, ketika Pratap memberikan bunga teratai untuknya tepat pada waktunya ketika Ratu Jaiwanta hendak melakukan pooja untuk Dewa Wisnu, juga ketika Pratap menangis ketika mengetahui kalau ibunya harus mengorbankan dirinya dalam peristiwa Johar, juga ketika mereka bertiga bersama Raja Udai Singh bermain petak umpet bersama sama, Ratu Jaiwanta meneteskan air matanya penuh haru, tepat pada saat itu Raja Udai Singh memasuki kamar Ratu Jaiwanta sambil memegang bahu Ratu Jaiwanta, Ratu Jaiwanta kaget dan segera berdiri ketika mengetahui suaminya telah berada disampingnya. Raja Udai Singh dan Ratu Jaiwanta menjadi sangat terharu satu sama lain karena impian mereka menjadi akan kenyataan “Ternyata cinta dan perhatianmu pada Pratap melebihi cinta dan perhatian ibu kandungnya” mereka berdua saling menangis sambil saling memandang satu sama lain “Aku juga merasa heran, mengapa waktu cepat berlalu” ujar Raja Udai Singh
Raja Udai Singh teringat ketika Pratap masih kanak kanak, mereka bersenda gurau bersama Shakti, Raja Udai Singh juga teringat ketika Pratap baru saja lahir, dirinya baru saja pulang dari kemenangannya di medang perang, dengan baju perangnya dan darah yang masih bersimbah dimana mana disekitar wajahnya, Raja Udai Singh menggendong Pratap untuk pertama kalinya, Raja Udai Singh merasa bangga, begitu pula Ratu Jaiwanta yang terbaring di tempat tidur dan tidak terasa Ratu Jaiwanta merasa terharu dengan cerita Raja Udai Singh tentang masa kecil Pratap “Sudah jangan menangis” ujar Raja Udai Singh sambil menyeka air mata Ratu Jaiwanta “Ternyata bukan hanya aku yang menangis, kamu juga menangis, Rana Ji” Raja Udai Singh tidak percaya namun ketika disekanya ujung matanya sendiri, Raja Udai Singh bisa merasakan kalau ujung matanya basah oleh airmata, kemudian mereka berdua tersenyum bersama sama saling memandang satu sama lain penuh cinta, Raja Udai Singh menghibur Ratu Jaiwanta sambil membelai dan menyeka kembali pipi Ratu Jaiwanta yang basah, tepat pada saat itu Pratap memasuki kamar Ratu Jaiwanta.
“Pratap, kemarilah nak ... Engklingaji (sebutan para Dewa) telah memberikan kamu kesempatan untuk bangkit dari kesedihan atas kematian Khrisna” Pratap hanya terdiam tidak menjawab ucapan ayahnya sambil mendekat ke arah ayah dan ibunya “Dengan senang hati, semua menteri kita bersama ayah telah mengambil keputusan bulat untuk memilih kamu untuk misi penting dalam perang melawan Mughal dalam waktu dekat ini” ujar Raja Udai Singh dengan perasaan bangga, namun Pratap tetap terdiam membisu tidak merasa senang dengan kabar yang didengar dari ayahnya, Pratap tidak seperti biasanya “Jadi ayah sudah memutuskan untuk mengajak kamu bergabung dalam pasukan perang kerajaan Mewar, nah sekarang apakah kamu siap dengan kehormatan ini, pangeran Pratap ?” Pratap masih terdiam tidak menjawab, Ratu Jaiwanta yang terdiam sedari tadi pula, melihat ada keanehan dalam diri Pratap “Pratap, kenapa kamu diam saja, nak ? Ibu kira kamu selalu menunggu nunggu moment seperti ini sejak kamu bergabung di Gurukul” Ratu Jaiwanta mulai buka suara “Aku minta maaf ayah, ibu ,,, aku telah memutuskan untuk tidak ambil bagian dari perang ini” Raja Udai Singh dan Ratu Jaiwanta saling berpandang pandangan dengan perasaan heran dan kaget begitu mendengar ucapan anak semata wayang mereka “Ibu bisa mengerti atas apa yang sedang kamu hadapi saat ini, Pratap”, “Tapi aku sudah terlambat untuk mengambil keputusan ini, ibu ,,, di lain sisi kematian Khrisna sebenarnya bisa dihindari, dulu Raja Bahadur, Som dan Khrisna telah meninggal sebelum waktunya dan itu terjadi hanya karena aku saja” ujar Pratap sedih
“Tapi bukankah kamu ingin balas dendam pada Bhairam Khan atas kematian Khrisna ?” ujar Raja Udai Singh bingung “Sekali lagi aku tegaskan, ayah ,,, aku tidak ingin bertarung lagi karena selalu ada kesempatan aku akan selamat tapi salah satu orang yang aku sayangi mengorbankan dirinya untuk melindungi aku, aku yakin Dewa telah menghukum aku !” ujar Pratap, Jaiwanta yang merasa kesal dengan ucapan Pratap, langsung berkata lantang “Pratap, lebih baik mana tewas di medan pertempuran atau menerima penindasan dari orang lain, kamu tidak pernah menentang peraturan dalam perang, lalu bagaimana sekarang hal ini bisa jadi salah ?”, “Ibu, proses pembunuhan ini menyebabkan banyak kerusakan, pertumpahan darah tidak bisa dipertimbangkan sebagai sebuah pekerjaan yang baik, pembunuhan tetap pembunuhan, hal ini tidak bisa dibenarkan karena keadaaan yang terjadi atau alasan dibalik itu, suatu hari Bhairam Khan tetap akan dihukum oleh Dewa karena tindakannya yang salah, jadi mengapa Pratap harus membunuh Bhairam Khan ?” ujar Pratap sedih dan penuh penyesalan
“Pratap, saat ini tanah airmu membutuhkan kamu ! perang telah ada di ujung pintu ! Ayahmu Raja Udai Singh juga sangat membutuhkan kamu, saat ini ,,,” belum juga selesai ucapan Ratu Jaiwanta, Raja Udai Singh segera memotong ucapan Ratu Jaiwanta “Jika Pratap tidak ingin berperang maka kami tidak akan memaksanya, ayah bisa menerima keputusanmu, Pratap” Pratap langsung mengatupkan kedua tangannya di depan dada sebagai tanda permintaan maafnya kepada kedua orangtuanya, kemudian berlalu dari sana, saat itu Ratu Jaiwanta hendak mengejar Pratap dengan mengatakan sesuatu namun Raja Udai Singh segera mencegahnya dengan menyambar tangan Ratu Jaiwanta dan menggelengkan kepalanya agar tidak melakukan hal ini, mereka berdua hanya saling berpandang pandangan dan merasa heran juga sedih melihat kondisi Pratap yang sangat terpukul atas kematian Khrisna sahabatnya. SINOPSIS MAHAPUTRA episode 129