SINOPSIS MAHAPUTRA episode 26 (9 July 2013)
Di istana Mewar, Ratu Bhatyani menemui mereka dengan tatapan yang heran “Apa yang telah kamu lakukan pangeran ?” tanya Bhatyani dengan raut mukanya yang cemas “Kakak, mungkin kamu tidak tahu tentang mereka, mereka telah memenangkan perang dan Pangeran Pratap telah memberikan banyak kontribusi di dalamnya” sela Ratu Sajja Bai dengan penuh semangat dan senang “Aku tahu, aku tahu segalanya, aku tahu kalau bukan aku yang melahirkan pangeran Pratap tapi aku merasa kalau aku memiliki hak penuh atas pangeran sama seperti kamu, Maharani Jaiwanta” Jaiwanta hanya bisa diam mendengarkan ucapan Bhatyani, Pratap segera menghampirinya “Maafkan, aku Choti Ami (ibu muda), atas semua yang telah aku lakukan tapi lihat aku baik baik saja kan ?”, “Tapi bagaimana jika kamu terluka, nak ?” ujar Bhatyani cemas sambil membelai pipi Pratap “Siapa yang memberikan kamu ijin untuk ikut dalam perang ini ? Bagaimana jika ada sesuatu yang buruk terjadi padamu ? Apa yang akan kamu lakukan ? Kamu bahkan tidak memikirkan kondisiku saat ini” ujar Bhatyani cemas “Aku tahu kalau ibu marah padaku dan aku siap untuk dihukum, ibu” Bhatyani langsung memegang tangan Pratap “Itu tidak akan terjadi, pangeran dan kamu harus berjanji padaku bahwa kamu tidak akan pergi lagi untuk berperang !” Pratap tertegun dan menggelengkan kepalanya begitu mendengar ucapan Bhatyani “Aku sangat menghormati ibu dan dengan rasa hormat aku tidak ingin ibu menempatkan aku pada posisi yang sulit seperti ini tapi aku juga tidak ingin lari dari tanggung jawabku terhadap tanah airku ini, ibu” ujar Pratap “Itu artinya kamu lebih mencintai tanah kelahiranmu ini dari pada ibu mudamu ?” dengan berat hati Pratap mengangguk “Ya, benar, ibu ! Aku lebih mencintai tanah airku ini melebihi apapun” Bhatyani terkejut
Tepat pada saat itu salah satu pelayan menghampiri mereka dan berkata “Maharani, pangeran Pratap dipanggil oleh Maharaja di ruang makan” pelayan itupun pergi meninggalkan mereka “Kakak, aku yakin pasti ayah akan menegurmu karena kakak sudah melanggar perintahnya jadi aku akan menemanimu, kak” ejek Shakti sambil tersenyum senang “Ibu, apakah ayah akan marah padaku ?” tanya Pratap pada ibu kandungnya “Sebagai seorang yang pemberani, kamu harus berani menghadapi segala sesuatunya, jangan pikirkan tentang semua ini, pergilah dan temui ayahmu” ujar Jaiwanta kemudian Pratap meminta restu pada Bhatyani, namun Bhatyani hanya diam dan merasa kecewa sambil mengalihkan pandangan kearah lain kemudian Pratap dan Shakti meninggalkan tempat itu.
Di ruang makan, Raja Udai Singh dan para menterinya sedang berada di meja makan untuk makan malam untuk merayakan kemenangan mereka, makanan yang dimasak terlihat biasa untuk menghormati prajurit mereka yang tewas dalam perang. “Silahkan duduk di sini, Chandravats” ujar Udai Singh “Tidak, Maharaja ,,, ada orang yang lebih pantas yang bisa duduk di sebelah anda” Chandravats menolaknya secara halus.
Sementara itu dalam perjalanan ke ruang makan, Shakti berupaya menggoda Pratap ketika mereka menuju ke ruang makan, namun Pratap hanya diam tidak menggubrisnya. Di ruang makan Maan Singh sangat menghargai perilaku Shakti yang tidak membuat masalah ketika sedang bersamanya, Udai Singh sangat berterima kasih pada Maan Singh “Maharaja, ijinkanlah pangeran Shakti untuk makan malam bersama kita” pinta Maan Singh, Udai Singh mengijinkannya dan tak lama kemudian mereka memasuki ruang makan yang luas “Salam ayah” Shakti dan Pratap memberikan salam pada ayahnya “Shakti, aku dengar kalau kamu tidak membuat masalah ketika sedang bersama paman Maan Singh, itu bagus” Shakti tersenyum senang mendengar pujian ayahnya “Bagiku perintah ayah adalah dharmaku” ujar Shakti sambil menghampiri Udai Singh dan hendak duduk di sebelah kursi Udai Singh “Berhenti, Shakti !” Shakti tertegun “Kamu belum layak untuk duduk di kursi yang ada di sebelahku ini, untuk duduk disini kamu harus melalui perjalanan yang cukup panjang dan hanya orang yang layaklah yang pantas duduk di kursi ini, jadi lebih baik kamu duduk di kursi sebelah sana” ujar Udai Singh sambil menunjuk kursi yang ada di sebelah para menterinya, Shakti merasa tidak suka dengan perlakuan ayahnya namun dirinya pasrah dan duduk diantara para menteri dengan perasaan kesal
“Pangeran Pratap mendekatlah !” Pratap maju selangkah ke depan ayahnya “Kamu tahu kenapa kamu di panggil ke ruangan ini ?”, “Aku ingin meminta maaf, ayah” ujar Pratap “Meskipun kamu telah melanggar semua aturan dan peraturan yang ayah berikan, tapi hari ini kamu membuat ayah dan Mewar bangga padamu ! dan hari ini ayah benar-benar ingin berbagi makan malam dengan mu dengan duduk di sebelahku ini” ujar Udai Singh, Pratap sangat senang mendengarnya “Hidup pangeran Pratap ! Hidup pangeran Pratap ! Hidup pangeran Pratap !” para menteri mengelu elukan nama Pratap, sementara itu Shakti tidak suka melihat hal ini, Pratap segera duduk di sebelah ayahnya kemudian ayahnya menyuapkan makanan padanya dengan tangannya sendiri.
Baru satu suapan yang dimakannya, tiba tiba pelayan menghampiri mereka dan mengabarkan “Maharaja, Maharani Bhatyani saat ini tidak berada ditempatnya, beliau menghilang” semua orang di ruangan tersebut merasa khawatir, terlebih lebih Pratap yang merasa telah membuat iu mudanya itu kecewa “Aku tahu, ibu pasti marah denganku” ujar Pratap kemudian meninggalkan ruang makan dan berusaha mencari ibu tirinya tersebut.
Pratap mencari cari Bhatyani di dalam istana namun tidak di temukannya dimanapun, ketika Pratap melewati kamar Bhatyani, Pratap segera masuk ke dalam kamarnya dan melihat sendal Bhatyani, Pratap langsung menduga kalau ibu tirinya itu ada di dalam kuil Dewa, Pratap segera menghampiri ayahnya “Ayah, aku tahu dimana ibu muda berada” Udai Singh segera mengekor mengikuti Pratap menuju ke kuil, saat itu Jaiwanta dan Sajja Bai kedua istri Udai Singh yang lain juga ikut mencari Bhatyani menuju ke kuil Dewa. Sesampainya disana, mereka melihat Bhatyani sedang berdoa pada Dewa sambil berdiri dengan memutar mutarkan tempat lilin dan membunyikan lonceng berulang kali, Pratap bersama ayah dan kedua ibunya melihat Bhatyani dengan perasaaan was was
“Maharaja, Maharani ,,, Maharani Bhatyani sedang berdoa sedari tadi tanpa kenal lelah padahal kondisinya sedang hamil, saya mengkhawatirkan kondisinya” ujar pelayan setia Bhatyani begitu melihat Udai Singh mendatangi kuil Dewa bersama Jaiwanta, Sajja Bai dan Pratap. Saat itu Bhatyani sedang berdoa untuk keselamatan Pratap dan memohon agar Pratap di beri umur panjang, Bhatyani terlihat sangat lemah namun terus berdoa pada Dewa, Pratap senang mendengarnya, kemudian Bhatyani mengambil serbuk merah dan melemparkannya ke patung Dewa lalu diambilnya kapur barus ditangannya dan dibakarnya kapur barus itu hingga api membakar telapak tangannya, Pratap bersama ayah dan ibunya merasa khawatir, mereka segera menghampiri Bhatyani dan menghentikan pemujaannya itu sambil memadamkan api yang menyala di tangannya. Udai Singh memeluknya dari belakang, sedangkan Pratap segera memadamkan api yang berada di tangan Bhatyani dengan kain “Pangeran” ujar Bhatyani kemudian terkulai lemas di pelukkan Udai Singh, Jaiwanta dan Sajja Bai panik, Udai Singh segera menyadarkan Bhatyani, ketika Bhatyani sadar, Pratap meminta maaf “Ibu, aku meminta maaf kalau aku telah menyakiti perasaanmu” Bhatyani menggelengkan kepalanya “Tidak pangeran, kamu benar, rasa cintamu pada tanah air membuat aku malu, aku bangga padamu, pangeran” ujar Bhatyani lemas